Rabu, 08 Agustus 2012

Apresiasi Cerpen AKTOR Karya PUTU WIJAYA Oleh : SUGENG RIANTO


              ANALISIS PENGGUNAAN SETTING CERPEN AKTOR
                               DALAM KUMPULAN CERPEN GRES
                                                             KARYA PUTU WIJAYA

Oleh : SUGENG RIANTO

BAB    I     PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah
Salah satu unsur yang menarik dalam karya sastra fiksi, termasuk cerita pendek atau cerpen adalah unsur intrinsik berupa latar cerita (setting) sebagai unsur pembangun terbentuknya karya fiksi. Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis (Aminuddin, 2004:67).
Kedudukan latar cerita dalam karya sastra fiksi akan membantu logika struktur penceritaan. Dengan lukisan latar (setting), cerita akan tampak riil, hidup, dan secara imajinatif pembaca bisa membayangkan secara lebih konkret. Pelbagai lukisan latar akan mampu membawa pembaca ke dalam suasana batin yang memungkinkan bisa diajak terlibat dalam suasana cerita. Bisa jadi suatu latar cerita menampilkan latar alam (geographic setting), latar waktu (temporal setting), latar sosial (social setting), maupun latar ruang (spatial setting) (Tengsoe Tjahjono, 1988:144).
Bertolak dari tujuan yang akan diapresiasi,  kegiatan mengapresiasi karya sastra bisa dilakukan melalui sejumlah pendekatan meliputi (1) pendekatan parafrastis, (2) pendekatan emotif, (3) pendekatan analisis, (4) pendekatan  historis, (5) pendekatan sosiopsikologis, dan (6) pendekatan didaktis (Aminuddin, 2004: 46).
Mengapresiasi hasil karya sastra diperlukan suatu kepekaan, pemahaman, dan penafsiran yang luas. Karena bahasa sastra sebagai karya prosa fiksi selalu mengundang berbagai interpretasi. Permasalahannya, guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia sebagai praktisi dalam dunia pendidikan, dewasa ini belum seluruhnya memiliki kemampuan yang memadai untuk mengantarkan peserta didik sesuai tuntutan kebutuhan kompetensi siswa. Hal ini bila dikaitkan dengan kompetensi guru sesuai kapasitasnya dalam pembelajaran apresiasi sastra. Melalui berbagai aktivitas sastra termasuk kajian pustaka, kiranya akan mampu memperluas wawasan apresiatif bagi guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia.
Bertolak dari pemikiran inilah yang mendorong peneliti melakukan riset yang sengaja dikhususkan menganalisis salah satu unsur intrinsik berupa latar cerita (setting)  dalam cerpen Aktor, yang terangkum dalam kumpulan cerpen Gres karya Putu Wijaya. Pemilihan judul ini didasarkan atas pertimbangan bahwa analisis unsur intrinsik tentang latar cerita (setting) merupakan salah satu kegiatan mengapresiasi karya sastra dan diharapkan penelitian ini dapat memberi gambaran secara lebih rinci tentang teknik menganalisis unsur intrinsik berupa latar cerita yang terdapat pada suatu cerpen. Hasil yang diharapkan setelah penelitian ini adalah adanya peningkatan kegairahan dalam kegiatan mengapresiasi suatu karya sastra khususnya mengenai analisis unsur intrinsik latar cerita (setting) dalam suatu karya fiksi.
1.2 Masalah
1.2.1 Ruang Lingkup Masalah
Karya sastra yang sarat muatan nilai-nilai yang amat bermanfaat bagi peningkatan harkat dan martabat kehidupan, untuk mendalami kandungan baik secara intrinsik dan secara ekstrinsik diperlukan suatu kajian apresiasi dengan cara menganalisisnya. Unsur intrinsik terdiri atas tema, alur, latar, tokoh,  gaya bahasa/majas; dan unsur ekstrinsik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses terlahirnya suatu karya sastra.

1.2.2  Pembatasan Masalah
Penelitian ini membatasi pada salah satu unsur intrinsik yakni  menganalisis penggunaan latar cerita (setting) dalam cerpen Aktor yang terdapat pada kumpulan cerpen Gres karya Putu Wijaya. Setting yang dianalisis mencakup kemungkinan-kemungkinan pengarang menampilkan latar alam (geographic setting), latar waktu (temporal setting), latar sosial (social setting), maupun latar ruang (spatial setting).
1.2.3  Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah penggunaan latar alam yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya?
2.      Bagaimanakah penggunaan latar waktu yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya?
3.      Bagaimanakah penggunaan latar sosial yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya?
4.      Bagaimanakah penggunaan latar ruang yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya?

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini  adalah untuk memperoleh deskriptif yang obyektif  tentang penggunaan latar (setting) dalam cerpen Aktor yang terdapat dalam kumpulan cerpen Gres karya Putu Wijaya.
1.3.2        Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang obyektif tentang :
1.      Penggunaan latar alam yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
2.      Penggunaan latar waktu yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
3.      Penggunaan latar sosial yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
4.      Penggunaan latar ruang yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
1.4     Asumsi
Dalam penelitian ini dipakai dua asumsi sebagai berikut :
1)      Setting merupakan salah satu penanda formal dalam cerpen yang dapat ditelaah secara ilmiah;
2)      Kajian telaah yang terdapat dalam cerpen Aktor pada kumpulan cerpen Gres karya Putu Wijaya dapat dilakukan dengan pendekatan analisis struktural/formal.

1.5  Manfaat Penelitian
1.      Bagi Peneliti
a)      Sebagai bekal pengalaman di bidang penelitian yang berhubungan dengan penggunaan majas/gaya bahasa dalam suatu karya sastra berupa cerpen.
b)      Sebagai dasar penelitian yang serupa di masa mendatang.
c)      Mengetahui penggunaan latar cerita (setting) dalam cerpen Aktor yang terdapat dalam kumpulan cerpen Gres karya Putu Wijaya.
2.      Bagi Penelitian Selanjutnya
a)      Sebagai dasar penelitian lebih lanjut.
b)      Sebagai bahan yang perlu dikaji kebenarannya tentang teori yang disusun oleh peneliti agar sesuai dengan hasil penelitian yang diharapkan.
3.      Bagi Institut
Dengan adanya penelitian ini berarti pihak lembaga dapat menambah koleksi kepustakaan ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
4.      Bagi Pengajaran Bahasa Indonesia
Dengan hasil penelitian ini agar dapat meningkatkan kemampuan apresiasi siswa dalam menganalisis suatu cerpen atau hasil karya sastra yang lain.
1.6   Penegasan Istilah
Penegasan istilah dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penggunaan istilah yang dipakai dalam penelitian yang berjudul Analisis Penggunaan Setting Dalam (Latar Cerita) Cerpen Aktor  Dalam Kumpulan Cerpen Gres karya Putu Wijaya.
1.      Analisis adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris analysis yang berarti menguraikan sesuatu, termasuk menguraikan unsur-unsur dalam struktur karya sastra.
2.      Interpretasi adalah penafsiran, karena suatu hasil karya sastra selalu mengundang berbagai penafsiran dalam memahaminya. Penafsiran ini dipengaruhi oleh kemampuan pengamatan pembaca dalam mencerna sastra.
3.      Cerpen (cerita pendek) adalah karangan pendek yang berbentuk prosa yang mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, serta mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan pembaca.
4.      Unsur Intrinsik adalah unsur yang terdapat di dalam karya sastra itu sendiri sebagai unsur pembangun sastra fiksi.
5.      Setting (latar cerita) adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.

                                                                    BAB II

                                                           KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kajian  Pustaka
Pada prinsipnya, penelitian tentang Analisis Interpretasi Unsur Setting  dalam Cerpen Aktor karya Putu Wijaya ini, memanfaatkan kajian interdisipliner, artinya penelitian ini dalam upaya menginterpretasi karya sastra memerlukan ilmu terapan dengan mengkaji kepustakaan yang relevan. Beberapa kajian sebagai tinjuan pustaka yang relevan, meliputi (1) tinjauan pengertian prosa fiksi, (2) tinjauan pengertian cerpen, (3) tinjauan unsur setting sebagai salah satu unsur intrinsik pembangun karya fiksi, dan (4) tinjauan terhadap apresiasi sastra.

2.2 Pengertian dan Macam Prosa Fiksi
2.2.1 Pengertian Prosa Fiksi
Tinjauan secara etimologis, Tarigan (1985:120) menjelaskan bahwa kata fiksi atau fiction diturunkan dari bahasa Latin fictio; fictum yang berarti “membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan. Jika dianalogikan ke dalam bahasa Indonesia bahwa kata benda fiksi berarti sesuatu yang dibentuk; sesuatu yang dibuat; sesuatu yang diciptakan; sesuatu yang diimajinasikan.
Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional sehingga menjadi suatu wacana. Pengarang dalam memaparkan isi karya fiksi bisa lewat (1) penjelasan atau komentar, (2) dialog maupun monolog, dan (3) lakuan atau action  (Aminuddin, 2004:66). Disebutkan juga bahwa bentuk-bentuk karya fiksi meliputi roman, novel, novelet, maupun cerpen.
Semua karya sastra termasuk cerpen, mempunyai dua unsur yang membangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, setting/latar, gaya, sudut pandang, suasana, dan amanat. Adapun unsur yang membangun di luar karya sastra yaitu unsur ekstrinsik meliputi : biografi pengarang, pembaca, latar proses kreatif penciptaan maupun latar sosial-budaya yang menunjang kehadiran teks sastra (Aminuddin, 2004:34).
2.2.2 Macam Prosa Fiksi
Aminuddin (2004:66) menyebutkan bahwa karya prosa fiksi dapat berbentuk roman, novel, novelet, dan cerpen.
2.3 Pengertian Cerpen
Cerpen atau cerita pendek, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan, dan memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi (pada suatu ketika) (Depdikbud, 1995: 186).
Cerpen (cerita pendek) sebagaimana didefinisikan oleh Abdul Rani (2004:85), adalah karangan pendek yang berbentuk prosa yang mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, serta mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan pembaca.
2.3.1 Ciri-ciri Cerpen
Ciri-ciri cerpen didentifikasikan sebagai berikut :
(1)   Cerita pendek adalah cerita singkat, padat, dan intensif;
(2)   Unsur-unsur utama cerpen adalah unsur tema, gaya, alur cerita, penokohan/perwatakan, dan latar/setting;
(3)   Bahasa cerpen tajam, sugestif, dan menarik perhatian;
(4)   Cerpen mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung;
(5)   Sebuah cerpen dapat menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca;
(6)   Cerpen harus dapat menimbulkaan perasaan pada diri pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik menarik perasaan dan kemudian baru menarik pikiran;
(7)   Cerpen mengandung detil-detil dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja, serta bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca;
(8)   Dalam cerpen sebuah insiden/peristiwa yang terutama menguasai jalan cerita;
(9)   Cerpen bergantung pada satu situasi;
(10)           Cerpen memberi inspirasi tunggal;
(11)           Cerpen memberikan suatu kebulatan efek;
(12)           Cerpen menyajikan satu emosi;
(13)           Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah 10.000 kata atau kira-kira 33 halaman kwarto spasi ganda, Aminuddin (dalam Susmiati, 2003:11-12).

2.3.2 Struktur Cerpen
Sebagai salah satu genre sastra, novel atau cerpen serta karya fiksi lainnya seperti  novelet dan roman mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi yang berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsik yang membangun karya fiksi sehingga menjadi suatu wacana (Aminuddin, 2004:66). Unsur-unsur prosa fiksi meliputi tokoh dan penokohan,  latar/setting,  alur atau plot,  sudut penceritaan/sudut pandang, gaya,  tema, dan amanat (Abdul Rani, 2004:86; Salamah, 2001:37).
Unsur-unsur tersebut, lebih jauh ditegaskan oleh Abdul Rani (2004:86-69) berikut.
(1) Tema
Tema merupakan inti atau pokok yang menjadi dasar pengembangan cerita, yang merupakan unsur intrinsik terpenting dalam novel/cerpen. Untuk mengetahui tema novel/cerpen, pembaca harus mencermati seluruh rangkaian cerita. Tema dalam sastra bisa diangkat dari berbagai masalah kehidupan sesuai zamannya. Baik menyangkut kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecembutruan, dan sebagainya.
(2)  Alur
Alur (plot) sebagai unsur intrinsik karya sastra merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Pla pengembangan cerita tidak selalu sama dalam setiap karya fiksi. Pada umumnya suatu alur (plot) cerita terbagi dalam bagian-bagian berikut.
(a)    Pengenalan situasi cerita (exposition)
(b)   Pengungkapan peristiwa (complication)
(c)    Menuju pada adanya konflik (rising action)
(d)   Puncak konflik (turning point)
(e)    Penyelesaian (ending)
(14)           Latar (setting)
Fungsi latar adalah untuk meyakinkan pembaca terhadap jalannya suatu cerita. Sehingga setiap peristiwa maupun para pelaku yang ditampilkan dalam cerita seakan-akan ada dan benar-benar terjadi.  Latar meliputi  tempat, waktu, suasana, dan budaya yang melingkupi cerita. Latar bisa faktual maupun imajiner.
(15)           Penokohan
Penokohan adalah suatu cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter/perwatakan para pelaku dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter tokoh, pengarang bisa menempuh: (a) teknik analitik, yakni dengan menceritakan perwatakan tokoh secara langsung; dan (b) teknik dramatik dengan mengemukakan karakter tokoh melalui penggambaran fisik dan perilakunya, lingkungan kehidupannya, tata kebahasaannya, jalan pikirannya, serta perannya dengan tokoh lain.
(16)           Sudut Pandang (Point of view)
Adalah posisi pengarang dalam menampilkan cerita, yang terdiri dari:
(a)    pengarang berperan langsung sebagai orang pertama  /”aku”tokoh yang terlibat dalam cerita,
(b)   pengarang berperan sebagai pengamat atau bertindak sebagai orang ketiga.
(17)           Amanat
Amanat merupakan suatu pesan pengarang yang dituangkan melalui karyanya, bisa menyangkut pesan moral, didaktis, dan sebagainya. Untuk mengetahui  amanat, pembaca harus secara cermat mengikuti seluruh cerita sampai tuntas.
(18)           Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam karya sastra merupakan daya tarik dan sebagai cara pengarang mengajuk pikiran dan emosi pembaca.
1.4   Pengertian Setting
            Aminuddin (2004:67) memberi batasan pengertian bahwa setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Lebih jauh juga dikemukakan oleh Leo Hamalian dan Frederick R. Karel (Aminuddin, 2004:68) bahwa setting dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu, sehingga setting semacam ini dapat dikategorikan sebagai setting yang bersifat psikologis.
Perbedaan antara setting yang bersifat fisikal dengan setting yang bersifat psikologis (Aminuddin, 2004:68-69) sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut.
Tabel 1 : Perbedaan Setting Fisikal dengan Setting Psikologis

NO
PERBEDAAN SETTING
 BERSIFAT FISIKAL
BERSIFAT PSIKOLOGIS
1.




2.


3.




4.
Berhubungan tempat serta benda-benda dalam lingkungan tertentu yang tidak menuansakan makna apa-apa.

Terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik.

Pembaca cukup melihat dari apa yang tersurat.



Terdapat saling mempengaruhi dan tumpangtindih antara setting fisikal dengan setting psikologis.
Berupa lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan tertentu yang menuansakan suatu makna serta mampu mengajuk emosi pembaca.

Dapat berupa suasana maupun sikap serta jalan pikiran suatu lingkungan masyarakat tertentu.

Pemahaman terhadap setting psikologis membutuhkan penghayatan dan penafsiran.

Terdapat saling mempengaruhi dan tumpangtindih antara setting fisikal dengan setting psikologis.
Tengsoe Tjahjono (1988:144) membedakan latar atau setting dalam prosa fiksi menjadi empat macam, yaitu: (1) latar alam (geographic setting) yang didalamnya dilukiskan perihal tempat atau lokasi peristiwa itu terjadi dalam ruang alam ini yang berhubungan lokasi di desa, kota, pesisir, laut, hutan, gunung, dan sebaginya; (2) latar waktu (temporal setting) yaitu latar yang melukiskan kapan peristiwa itu terjadi yang berkaitan tahun, musim, hari, jam, saat, bulan, dan sebagainya; (3) latar sosial (social setting) yang melukiskan lingkungan sosial dari peristiwa itu terjalin, seperti lingkungan kaum buruh pabrik, lingkungan kaum berada, lingkungan masyarakat nelayan, petani, dan sebagainya; (4) latar ruang (spatial setting) yaitu latar yang melukiskan dalam ruang yang bagaimana peristiwa itu berlangsung, dalam pesta, dalam aula, dalam toko, dalam ruang pesta, dan sebagainya.
Dalam rangka membangun totalitas makna dan kesatuan (unity)isi paparan, setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan, perwatakan, atmosfer atau suasana cerita,  alur atau plot, serta perwujudan tema cerita. Suasana penuturan dalam cerita bisa berupa tone yaitu suasana penuturan yang berhubungan dengan sikap pengarang dalam menampilkan gagasan cerita, dan mood yakni yang berhubungan dengan suasana batin individual pengarang dalam mewujudkan suasana cerita, dan atmosfer yaitu suasana cerita yang ditimbulkan oleh setting maupun impikasi maknanya dalam membangun suasana cerita (Aminuddin, 2004:69-70).
1.5   Apresiasi Karya Sastra
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. S. Effendi dalam (Aminuddin, 2004:35) mengungkapkan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
Untuk mengapresiasi karya sastra diawali dari sikap ketertarikan terhadap sastra sebagai suatu karya ciptaan pengarang yang di dalamnya terkandung beragam nilai-nilai kehidupan. Sehingga tidak berkelebihan jika Boulton (dalam Aminuddin, 2004:37) beranggapan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberi kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan atau kontemplasi batin, baik yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik maupun berbagai macam problema kehidupan ini.
Bertolak dari pendapat Boulton, Aminuddin (2004:38) lebih menegaskan bahwa cipta sastra sebenarnya mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, yaitu (1) unsur keindahan; (2) unsur kontemplatif hasil perenungan terhadap nilai-nilai keagamaan, filsafat, politik, dan berbagai macam kompleksitas kehidupan; (3) media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana; serta (4) unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan karakteristik cipta sastra sebagai suatu teks.
Kegiatan seorang apresiator dalam bedah sastra adalah seperti dikemukakan Brooks (dalam Aminuddin, 2004:39) yang membedakan dua level, yakni level objektif yang berhubungan dengan respon intelektual, dan level subjektif yang berhubungan dengan respon emosional. Sementara Aminuddin (2004:38) mengungkapkan bahwa bekal awal yang harus dimiliki seorang calon apresiator adalah (1) kepekaan emosi sehingga mampu memahami unsur-unsur keindahan di dalam cipta sastra, (2) wawasan pengetahuan, penghayatan, dan pengalaman atas kehidupan dan kemanusiaan, (3) pemahaman aspek kebahasaan, dan (4) kepekaan terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang berhubungan dengan telaah teori sastra.

                                                                BAB III

                                                METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Metodologi Penelitian
Dalam suatu penelitian ilmiah, metodologi menempati peranan yang sangat penting sesuai dengan obyek penelitian.
Yang dimaksudkan dengan metodologi di sini adalah kerangka teoritis yang dipergunakan oleh penulis untuk menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi itu. Kerangka teoritis atau kerangka ilmiah merupakan metode-metode ilmiah yang akan diterapkan dalam pelaksanaan tugas itu  (Keraf, 2001:310).

3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian (research methods) adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalam merancang, melaksanakan, mengolah data dan menarik kesimpulan berkenaan dengan masalah penelitian tertentu (Sukmadinata, 2006:317). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif.  Metode ini dipilih untuk memberi gambaran secara obyektif dan secermat mungkin mengenai penerapan latar cerita (setting) sehingga suatu karya fiksi memiliki kesan konkret, seakan riil dan benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
 Metode ini bertolak dari anggapan dasar bahwa setiap hasil karya sastra diciptakan oleh pengarangnya dengan menggunakan setting (latar cerita), tentu mempunyai maksud untuk melukiskan sesuatu dari kehidupan ini.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui metode analisis interpretasi unsur intrinsik berupa latar cerita (setting). Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena-fenomena, peristiwa, aktivitas sosial secara alamiah (Sukmadinata, 2006:319). Sehingga penelitian ini berupaya memaparkan suatu peristiwa secara rinci, sistematis, cermat, dan faktual mengenai unsur pembangun cerpen di antaranya yang berupa latar cerita (setting) dalam cerpen yang berjudul Aktor yang terdapat pada Kumpulan Cerpen Gres karya Putu Wijaya.

3.2 Objek Penelitian
Sesuai tujuan penelitian, yang menjadi objek penelitian ini adalah cerpen yang berjudul Aktor yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Gres karya Putu Wijaya. Cerpen yang ditulis tahun 1981 namun masih relevan dikaji untuk kepentingan perkembangan sesuai kehidupan sekarang ini.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini, sebagaimana lazimnya suatu penelitian kualitatif, adalah peneliti sendiri. Selanjutnya, untuk memudahkan teknik pengumpulan data, maka digunakan instrumen operasional yang berupa format tabel berikut ini.
Tabel I : Panduan Analisis Data
Penggunaan latar (setting) dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya
No
Kode Data
Uraian Teks Data
Interpretasi
1.
2
3
4

AIUS1CA, 1981:2


Keterangan Kode data :
1.      Kluster huruf kapital menandakan pokok permasalahan yang diteliti. Pokok permasalahan penelitian yaitu AIUS adalah Analisis Interpretasi Unsur Setting.
2.      Angka di belakang kluster huruf kapital menunjukkan nomor urut data.
3.      CA, 1981 menunjukkan Cerpen Aktor  yang diterbitkan tahun 1981.
4.      Angka setelah tahun 1981 menunjukkan nomor halaman cerpen.
3.4 Teknik Penelitian
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Beberapa langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data penelitian adalah (1) membaca literatur kepustakaan yang relevan dengan judul penelitian; (2) penyusunan kerangka penelitian sebagai panduan kerja, karena teknik yang digunakan berupa teknik analisis tekstual; (3) mendeskripsikan unsur intrinsik berupa latar cerita (setting) yang menyangkut lakuan, dialog, monolog, dan komentar tokoh lain dari setiap tokoh yang bisa ditafsirkan sebagai unsur latar cerita dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
3.4.2 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu (1) deskripsi analisis data; (2) interpretasi data; dan (3) deskripsi kualitatif  latar cerita (setting) dalam cerpen , sebagai kesimpulan data.
3.4.3 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ditempuh melalui penggunaan instrumen data penelitian yang berupa tabel-tabel yang digunakan untuk menjaring data yang diperlukan. Data yang terkumpul dianalisis melalui langkah-langkah pengidentifikasian dan pengklasifikasian sampai penyimpulan. Dengan kata lain, data dianalisis melalui kegiatan mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan memverifikasi/penarikan kesimpulan data penelitian.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1        Tahap Persiapan
 Berkaitan dengan tujuan penelitian, dilakukan dengan langkah kerja meliputi:  (a)  Penyusunan rancangan penelitian yang dimulai dari merumuskan tujuan penelitian, merumuskan  gambaran operasional kerja secara sistematis, membuat desain dengan membuat pedoman kerja hingga menemukan kemantapan desain penelitian, (b) studi pustaka yang dilakukan untuk memperoleh landasan kepustakaan sebagai bahan rujukan teoritis yeng relevan dengan penelitian.
3.5.2 Tahap Pelaksanaan
            Dilakukan dengan beberapa tahapan, meliputi: (a) pengumpulan data, yaitu mengumpulkan seluruh data dalam cerpen Aktor yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Gres karya Putu Wijaya, (b) analisis data, dengan menganalisis unsur setting berdasarkan tahapan kerja : (1) mengklasifikasi data, dan (2) mendeskripsikan secara kualitatif temuan dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
3.5.3 Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian ini merupakan tahap akhir setelah penelitian selesai dilaksanakan. Tahap penyelesaian ini meliputi beberapa kegiatan yaitu : (a) penyusunan dan penulisan laporan, (b) mengkonsultasikan laporan kepada dosen pembimbing, (c) pengetikan laporan setelah dilakukan revisi, (d) penggandaan laporan kemudian diajukan kepada tim dosen penguji.


BAB IV  HASIL ANALISIS

--Anda dipersilakan menganalisis sendiri--

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan temuan data penelitian dalam menganalisis penggunaan latar/setting dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya, seorang sastrawan dan dramawan kenamaan berasal dari Bali, dapat disimpulkan berikut ini.


5.2 Saran
            Sehubungan dengan hasil penelitian ini, sejumlah saran penulis kemukakan sebagai berikut :
1.      Kepada Sekolah, agar senantiasa menambah khasanah bahan bacaan sastra melalui perpustakaan sekolah untuk merangsang peningkatan kegemaran membaca karya sastra, baik bagi siswa maupun guru yang bermuara akhir dengan terciptanya iklim apresiatif yang produktif.
2.      Kepada Guru, agar pembinaan keterampilan mengapresiasi karya sastra khususnya cerpen, semakin ditingkatkan dan menjadi skala prioritas.
3.      Kepada Siswa, hendaknya semakin menggemari bacaan karya sastra khususnya cerpen, karena wawasan dan kematangan hidup bisa ditempuh melalui kegemaran membaca dan mengapresiasi karya bernilai sastra.
4.      Kepada Peneliti Selanjutnya, agar hasil penelitian ini bisa menjadi acuan penelitian lebih lanjut serta dengan mengembangkan kemungkinan-kemungkinan terhadap unsur-unsur intrinsik yang lainnya.

DAFTAR RUJUKAN
Aminuddin, 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Depdikbud, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Depdiknas, 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi. Bahasa dan sastra Indonesia. Pengembangan Kemampuan Menulis Sastra. Buku 3. Jakarta: Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas
Depdiknas, 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi. Bahasa dan sastra Indonesia. Pengembangan Kemampuan Membaca Sastra. Buku 3. Jakarta: Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Keraf, Gorys. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores: Nusa Indah.
Salamah, Umi. 2001. Diktat Sejarah dan Teori Sastra. Sebagai Panduan Perkuliahan Matakuliah Sejarah & Teori Sastra di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Budi Utomo Malang. Malang: IKIP Budi Utomo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Susmiati. 2003. Analisis Penggunaan Majas Dalam Cerpen Perawan Di Garis Depan Dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian Karya Nugroho Notosusanto. Skripsi FPBS IKIP Budi Utomo. Malang: IKIP Budi Utomo.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Tengsoe Tjahjono, Liberatus. 1988. Sastra Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi. Ende Flores: Nusa Indah.
Wijaya, Putu. 1992. Gres 17 Cerita Pendek. Jakarta: Balai Pustaka.


Indonesia, 20 Mei 2011

s---Kudedikasikan untuk para pendidik tunas bangsa---r




Apreseiasi Cerpen KARYA DARWIS KHUDORI Oleh : SUGENG RIANTO


ANALISIS PENGGUNAAN GAYA BAHASA DALAM CERPEN
“TERIMA KASIH, BU TUTI!”

KARYA DARWIS KHUDORI


Oleh : SUGENG RIANTO

 

ABSTRAK

------------------. Analisis Penggunaan Gaya Bahasa Cerpen “Terima Kasih, Bu Tuti!” Karya Darwis Khudori. Skripsi, -----------------------------

Kata-kata Kunci : analisis, majas, cerpen

Gaya Bahasa atau disebut juga majas sebagai unsur pembangun wacana pada karya sastra mempunyai peranan sangat penting karena di situlah letak salah satu daya tarik karya sastra agar tidak menjemukan. Menganalisis majas merupakan salah satu kegiatan apresiasi sastra yang dapat memberikan gambaran secara rinci tentang teknik penggunaan majas yang terdapat dalam suatu cerpen atau cerita pendek.
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi tentang penggunaan (1) majas perbandingan, (2) majas pertentangan, (3) majas sindiran, dan (4) majas penegasan.
Sumber data penelitian ini adalah Cerpen “Terima Kasih, Bu Tuti!” Dalam Kumpulan Cerpen Orang-Orang Kotagede karya Darwis Khudori, 2000. Dan wujud datanya terdapat di dalam cerpen tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi dokumentasi, yaitu penelitian yang mendeskripsikan hasil analisis majas yang terdapat dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! Karya Darwis Khudori.
Berdasarkan analisis data penggunaan majas diketahui sebagai berikut : (1) Penggunaan majas perbandingan dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! Karya Darwis Khudori sebanyak 22 kali, yaitu (a) majas metafora sebanyak 8 kali, (b) majas personifikasi sebanyak 2 kali, (c) majas hiperbola sebanyak 3 kali, (d) majas eufemisme sebanyak 5 kali, majas antonomasia sebanyak 1 kali, (e) majas tropen sebanyak 1 kali, dan (f) majas alusio sebanyak 1 kali. (2) Penggunaan majas pertentangan dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! Karya Darwis Khudori sebanyak 2 kali yaitu majas paradoks. (3) Penggunaan majas sindiran dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! Karya Darwis Khudori sebanyak 9 kali yaitu (a) majas ironi sebanyak 2 kali, (b) majas sinisme sebanyak 6 kali, dan (c) majas sarkasme sebanyak 1 kali. (4) Penggunaan majas penegasan dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! Karya Darwis Khudori sebanyak 51 kali yaitu (a) majas pleonasme sebanyak 2 kali, (b) majas eksklamasi sebanyak 33 kali, (c) majas tautologi sebanyak 1 kali, (d) majas repetisi sebanyak 7 kali, (e) majas retoris sebanyak 5 kali, (f) majas klimaks sebanyak 2 kali, dan (g) majas antiklimaks sebanyak 1 kali.
Berdasarkan data di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam Cerpen “Terima Kasih, Bu Tuti!” Karya Darwis Khudori menggunakan majas atau sebanyak 4 jenis yaitu (1) majas perbandingan, (2) majas pertentangan, (3) majas sindiran, dan (4) majas penegasan.
Saran yang dianjurkan berkaitan hasil penelitian ini adalah agar pembelajaran sastra terhadap unsur majas atau gaya bahasa dapat diajarkan dengan sebaik-baiknya kepada siswa dalam menggairahkan kegiatan apresiasi sastra Indonesia, di samping unsur-unsur karya sastra yang lain.

Penulis

BAB    I

PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang Masalah
Hasil karya sastra sebagai bagian dari budaya pada dasarnya merupakan  ciptaan manusia dengan menggunakan media bahasa. Menilik asal-usul kata kesusastraan, yakni su dan sastra; su berarti baik dan sastra berarti tulisan atau karangan; sehingga batasan kesustraan sebagai karangan yang menyiratkan hal-hal yang baik atau hal-hal yang indah, dalam hal ini mencakup segala aspek kehidupan seperti masalah kebenaran, keharmonisan, nilai-nilai kemanusiaan, kearifan, dan lain sebagainya. Kebenaran dan keindahan yang terkandung dalam sastra sesuai dengan nilai-nilai yang disampaikan pengarangnya, sehingga hasil karya sastra mampu mengajarkan kearifan menghadapi realitas kehidupan dan mendewasakan pembacanya.
Dalam batasan pengertian bahwa sastra sebagai karangan atau susunan bahasa, maka bahasa sastra diolah sedemikian menarik dan mampu mewujudkan daya pikat terhadap pembacanya meskipun kadang-kadang untuk mengkaji kandungan karya sastra membutuhkan waktu pemahaman relatif lama. Boulton dalam (Aminuddin, 2004:37) mengungkapkan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberi kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan atau kontemplasi batin, baik berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik maupun berbagai problema yang berhubungan dengan kompleksitas kehidupan ini.
Salah satu unsur yang menarik dalam karya sastra, termasuk cerita pendek atau cerpen adalah gaya bahasa atau majas. Majas atau figurative language merupakan bahasa kias atau gaya bahasa sebagai cara pengarang untuk menuangkan ide-ide gagasan kreatif yang mampu membangkitkan imajinasi, mengembangkan pikiran, mengajuk perasaan dan menimbulkan daya pikat tersendiri bagi pembacanya.
Bertolak dari tujuan yang akan diapresiasi,  kegiatan mengapresiasi karya sastra bisa dilakukan melalui sejumlah pendekatan meliputi (1) pendekatan parafrastis, (2) pendekatan emotif, (3) pendekatan analisis, (4) pendekatan  historis, (5) pendekatan sosiopsikologis, dan (6) pendekatan didaktis (Aminuddin, 2004: 46).
Mengapresiasi hasil karya sastra diperlukan suatu kepekaan, pemahaman, dan penafsiran yang luas. Karena bahasa sastra sebagai karya prosa fiksi selalu mengundang berbagai interpretasi. Permasalahannya, guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia sebagai praktisi dalam dunia pendidikan, dewasa ini belum seluruhnya memiliki kemampuan yang memadai untuk mengantarkan peserta didik sesuai tuntutan kebutuhan kompetensi siswa. Hal ini bila dikaitkan dengan kompetensi guru sesuai kapasitasnya dalam pembelajaran apresiasi sastra. Melalui berbagai aktivitas sastra termasuk kajian pustaka, kiranya akan mampu memperluas wawasan apresiatif bagi guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia.
Bertolak dari pemikiran inilah yang mendorong peneliti melakukan riset yang sengaja dikhususkan menganalisis penggunaan gaya bahasa/majas dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti!, karya Darwis Khudori. Pemilihan judul ini didasarkan atas pertimbangan bahwa analisis penggunaan gaya bahasa merupakan salah satu kegiatan mengapresiasi karya sastra dan diharapkan penelitian ini dapat memberi gambaran secara lebih rinci tentang teknik mengapresiasi penggunaan gaya bahasa yang terdapat pada cerpen. Hasil yang diharapkan setelah penelitian ini adalah adanya peningkatan kegairahan dalam kegiatan mengapresiasi suatu karya sastra khususnya mengenai analisis penggunaan gaya bahasa/majas.

1.2            Jangkauan Masalah
Karya sastra yang sarat muatan nilai-nilai yang amat bermanfaat bagi peningkatan harkat dan martabat kehidupan, untuk mendalami kandungan baik secara intrinsik dan secara ekstrinsik diperlukan suatu kajian apresiasi dengan cara menganalisisnya. Unsur intrinsik terdiri atas tema, alur, latar, tokoh,  gaya bahasa/majas; dan unsur ekstrinsik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses terlahirnya suatu karya sastra.

1.3       Batasan Masalah
Penelitian ini membatasi pada salah satu unsur intrinsik yakni  penggunaan gaya bahasa/majas dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori. Gaya bahasa/majas yang dianalisis meliputi (1) majas perbandingan, (2) majas pertentangan, (3) majas sindiran, dan (4) majas penegasan.

1.2.1        Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah ragam majas perbandingan yang terdapat dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori?
2.      Bagaimanakah ragam majas pertentangan yang terdapat dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori?
3.      Bagaimanakah ragam majas sindiran yang terdapat dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori?
4.      Bagaimanakah ragam majas penegasan yang terdapat dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori?

1.3              Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini  adalah untuk memperoleh deskriptif yang obyektif  tentang penggunaan majas dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori.
1.3.2        Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang obyektif tentang :
1.      Ragam majas perbandingan yang terdapat dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori;
2.      Ragam majas pertentangan yang terdapat dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori;
3.      Ragam majas sindiran yang terdapat dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori;
4.      Ragam majas penegasan yang terdapat dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori.

1.4              Asumsi
Dalam penelitian ini dipakai dua asumsi sebagai berikut :
1)      Majas merupakan salah satu penanda formal dalam cerpen yang dapat ditelaah secara ilmiah;
2)      Kajian telaah yang terdapat dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori dapat dilakukan dengan pendekatan struktural/formal.

1.5  Manfaat Penelitian
1.      Bagi Peneliti
a)      Sebagai bekal pengalaman di bidang penelitian yang berhubungan dengan penggunaan majas/gaya bahasa dalam suatu karya sastra berupa cerpen.
b)      Sebagai dasar penelitian yang serupa di masa mendatang.
c)      Mengetahui penggunaan gaya bahasa/majas dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori.
2.      Bagi Penelitian Selanjutnya
a)      Sebagai dasar penelitian lebih lanjut.
b)      Sebagai bahan yang perlu dikaji kebenarannya tentang teori yang disusun oleh peneliti agar sesuai dengan hasil penelitian yang diharapkan.
3.      Bagi Institut
Dengan adanya penelitian ini berarti pihak lembaga dapat menambah koleksi kepustakaan ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
4.      Bagi Pengajaran Bahasa Indonesia
Dengan hasil penelitian ini agar dapat meningkatkan kemampuan apresiasi siswa dalam menganalisis suatu cerpen atau hasil karya sastra yang lain.
1.6  Penegasan Istilah
Penegasan istilah dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penggunaan istilah yang dipakai dalam penelitian yang berjudul Analisis Penggunaan Gaya Bahasa/Majas Dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori.
1.      Analisis adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris analysis yang berarti menguraikan sesuatu, termasuk menguraikan unsur-unsur dalam struktur karya sastra.
2.      Gaya bahasa atau majas adalah  pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu; keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra; cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan.
3.      Cerpen (cerita pendek) adalah karangan pendek yang berbentuk prosa yang mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, serta mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan pembaca.


                                                                 BAB II

                                                        KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kajian  Pustaka
Pada prinsipnya, penelitian tentang Analisis Penggunaan Gaya Bahasa/Majas Dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori ini, memanfaatkan kajian interdisipliner, artinya penelitian ini dalam upaya menginterpretasi karya sastra memerlukan ilmu terapan dengan mengkaji kepustakaan yang relevan. Beberapa kajian sebagai tinjuan pustaka yang relevan, meliputi (1) tinjauan pengertian prosa fiksi, (2) tinjauan pengertian cerpen, (3) tinjauan unsur gaya bahasa/majas sebagai salah satu unsur intrinsik pembangun karya fiksi, dan (4) tinjauan terhadap apresiasi sastra.

2.2 Pengertian dan Macam Prosa Fiksi
2.2.1 Pengertian Prosa Fiksi
Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional sehingga menjadi suatu wacana. Pengarang dalam memaparkan isi karya fiksi bisa lewat (1) penjelasan atau komentar, (2) dialog maupun monolog, dan (3) lakuan atau action  (Aminuddin, 2004:66). Disebutkan juga bahwa bentuk-bentuk karya fiksi meliputi roman, novel, novelet, maupun cerpen.
Semua karya sastra termasuk novel, mempunyai dua unsur yang membangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, setting/latar, gaya, sudut pandang, suasana, dan amanat. Adapun unsur yang membangun di luar karya sastra yaitu unsur ekstrinsik meliputi : biografi pengarang, pembaca, latar proses kreatif penciptaan maupun latar sosial-budaya yang menunjang kehadiran teks sastra (Aminuddin, 2004:34).
2.2.2 Macam Prosa Fiksi
Aminuddin (2004:66) menyebutkan bahwa karya prosa fiksi dapat berbentuk roman, novel, novelet, dan cerpen.
2.3 Pengertian Cerpen
Cerpen atau cerita pendek, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan, dan memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi (pada suatu ketika) (Depdikbud, 1995: 186).
2.3.1 Ciri-ciri Cerpen
Ciri-ciri cerpen didentifikasikan sebagai berikut :
1)      Cerita pendek adalah cerita singkat, padat, dan intensif;
2)      Unsur-unsur utama cerpen adalah unsur tema, gaya, alur cerita, penokohan/perwatakan, dan latar/setting;
3)      Bahasa cerpen tajam, sugestif, dan menarik perhatian;
4)      Cerpen mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung;
5)      Sebuah cerpen dapat menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca;
6)      Cerpen harus dapat menimbulkaan perasaan pada diri pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik menarik perasaan dan kemudian baru menarik pikiran;
7)      Cerpen mengandung detil-detil dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja, serta bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca;
8)      Dalam cerpen sebuah insiden/peristiwa yang terutama menguasai jalan cerita;
9)      Cerpen bergantung pada satu situasi;
10)  Cerpen memberi inspirasi tunggal;
11)  Cerpen memberikan suatu kebulatan efek;
12)  Cerpen menyajikan satu emosi;
13)  Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah 10.000 kata atau kira-kira 33 halaman kwarto spasi ganda, Aminuddin (dalam Susmiati, 2003:11-12).

2.3.2 Struktur Cerpen
Sebagai salah satu genre sastra, novel atau cerpen serta karya fiksi lainnya seperti  novelet dan roman mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi yang berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsik yang membangun karya fiksi sehingga menjadi suatu wacana (Aminuddin, 2004:66). Unsur-unsur prosa fiksi meliputi tokoh dan penokohan,  latar/setting,  alur atau plot,  sudut penceritaan/sudut pandang, gaya,  tema, dan amanat (Abdul Rani, 2004:86; Salamah, 2001:37).
Unsur-unsur tersebut, lebih jauh ditegaskan oleh Abdul Rani (2004:86-69) berikut.
(1) Tema
Tema merupakan inti atau pokok yang menjadi dasar pengembangan cerita, yang merupakan unsur intrinsik terpenting dalam novel/cerpen. Untuk mengetahui tema novel/cerpen, pembaca harus mencermati seluruh rangkaian cerita. Tema dalam sastra bisa diangkat dari berbagai masalah kehidupan sesuai zamannya. Baik menyangkut kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecembutruan, dan sebagainya.
(2)  Alur
Alur (plot) sebagai unsur intrinsik karya sastra merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Pola pengembangan cerita tidak selalu sama dalam setiap karya fiksi. Pada umumnya suatu alur (plot) cerita terbagi dalam bagian-bagian berikut.
(a)    Pengenalan situasi cerita (exposition)
(b)   Pengungkapan peristiwa (complication)
(c)    Menuju pada adanya konflik (rising action)
(d)   Puncak konflik (turning point)
(e)    Penyelesaian (ending)
(3)    Latar (setting)
Fungsi latar adalah untuk meyakinkan pembaca terhadap jalannya suatu cerita. Sehingga setiap peristiwa maupun para pelaku yang ditampilkan dalam cerita seakan-akan ada dan benar-benar terjadi.  Latar meliputi  tempat, waktu, suasana, dan budaya yang melingkupi cerita. Latar bisa faktual maupun imajiner.
(4)    Penokohan
Penokohan adalah suatu cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter/perwatakan para pelaku dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter tokoh, pengarang bisa menempuh: (a) teknik analitik, yakni dengan menceritakan perwatakan tokoh secara langsung; dan (b) teknik dramatik dengan mengemukakan karakter tokoh melalui penggambaran fisik dan perilakunya, lingkungan kehidupannya, tata kebahasaannya, jalan pikirannya, serta perannya dengan tokoh lain.
(5)    Sudut Pandang (Point of view)
Adalah posisi pengarang dalam menampilkan cerita, yang terdiri dari:
(a)    pengarang berperan langsung sebagai orang pertama  /”aku”tokoh yang terlibat dalam cerita,
(b)   pengarang berperan sebagai pengamat atau bertindak sebagai orang ketiga.
(6)    Amanat
Amanat merupakan suatu pesan pengarang yang dituangkan melalui karyanya, bisa menyangkut pesan moral, didaktis, dan sebagainya. Untuk mengetahui  amanat, pembaca harus secara cermat mengikuti seluruh cerita sampai tuntas.
(7)    Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam karya sastra merupakan daya tarik dan sebagai cara pengarang mengajuk pikiran dan emosi pembaca.

2.4  Pengertian Gaya bahasa atau Majas
Gaya bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu; keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra; cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan (Depdikbud, 1995: 297).
Majas dapat diartikan sebagai kekayaan bahasa seseorang (awam maupun sastrawan) yang dimanfaatkan dalam berkomunikasi (lisan maupun tulisan) untuk mencapai efek-efek tertentu, baik efek semantik maupun efek estetik (Depdiknas, 2005:11). Scharbach dalam (Aminuddin, 2004: 72) menyebut gaya “sebagai hiasan, sebagai sesuatu yang suci, sebagai sesuatu yang indah dan lemah gemulai serta sebagai perwujudan manusia itu sendiri”. Gaya dari istilah bahasa Inggris style yang berasal dari bahasa Latin stilus yang memiliki arti dasar “alat untuk menulis”; secara konsepsional gaya berarti cara, teknik, maupun bentuk yang digunakan pengarang untuk menyampaikan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis yang dapat menyentuh pikiran dan perasaan pembaca ( Tengsoe Tjahjono, 1988:151).
Bahasa dalam cerpen sebagai karya sastra sering menggunakan bahasa yang “bersayap,” cenderung konotatif dan ambigu (bermakna lebih dari satu). Bahasa ambigu membuat cerpen menjadi hidup, tidak kering, dan berseni. Penggunaan bahasa “bersayap’ disebut juga dengan majas (Depdiknas, 2005:89).

2.5  Jenis-jenis Gaya Bahasa (Majas)
Secara umum terdapat majas perbandingan, majas pertentangan, majas sindiran, dan majas penegasan (Depdiknas, 2005:89). Berikut ini (Rani, 2004:118-127) rincian jenis-jenis majas/gaya bahasa.

Tabel  1 : Jenis-jenis Majas atau Gaya Bahasa
No
MAJAS
PERBANDINGAN
MAJAS PERTENTANGAN
MAJAS SINDIRAN
MAJAS PENEGASAN
1.
Asosiasi
Paradoks
Ironi
Pleonasme
2.
Metafora
Antitesis
Sinisme
Repetisi
3.
Personifikasi
Anakroisme
Sarkasme
Paralelisme
4.
Alegori
Oksimoron
-
Aliterasi
5.
Parabel
-
-
Antanaklasis
6.
Simbolik
-
-
Kiasmus
7.
Tropen
-
-
Tautologi
8.
Metonimia
-
-
Klimaks
9.
Litosis
-
-
Antiklimaks
10.
Sinekdokhe
-
-
Elipsis
11.
Eufemisme
-
-
Inversi
12.
Hiperbola
-
-
Retoris
13.
Alusio
-
-
Koreksio
14.
Antonomasia
-
-
Asidenton
15.
Prafrasis
-
-
Polisedenton
16.
-
-
-
Interupsi
17.
-
-
-
Eksklamaso
18.
-
-
-
Enumerasia
19.
-
-
-
Praterito

1)      Majas Perbandingan
Majas perbandingan adalah gaya bahasa yang mempunyai karakteristik untuk membedakan atau menyamakan dalam melukiskan sesuatu hal dengan jalan membandingkan dengan suatu hal yang lain. Gaya bahasa Personifikasi, metafora, asosiasi, metonimia, simbolik, tropen, litotes, eufemisme, hiperbola, sinekdot, alusio, dan perifrasis adalah tergolong majas perbandingan (Depdiknas, 2005:89).

2)      Majas Pertentangan
Majas Pertentangan adalah majas yang mempunyai karakteristik hal yang berlawanan atau perselisihan dalam melukiskan sesuatu hal. Gaya bahasa Paradoks, kontradiksio in terminis, dan antitesis merupakan majas pertentangan. (Depdiknas, 2005:89).

3)      Majas Sindiran
Majas Sindiran adalah majas yang mempunyai maksud yang mengarah pada sesuatu hal atau orang secara tidak terang-terangan melainkan dengan maksud menyindir. Majas sindiran meliputi gaya bahasa ironi, sinisme, dan sarkasme (Depdiknas, 2005:89).

4)      Majas Penegasan
Majas Penegasan adalah majas yang dipergunakan untuk memperjelas sesuatu yang telah diutarakan. Gaya bahasa pleonsame, repetisi, tautologi, paralelisme, simetri, klimaks, antiklimaks, inversi, retoris, dan eksklasio termasuk majas penegasan. (Depdiknas, 2005:89).

1. Majas Perbandingan terdiri dari :
1.1  Majas Metafora adalah majas yang memperbandingkan secara langsung sesuatu benda dengan benda yang lain, karena sesuai dengan maksudnya. Berarti perumpamaan bertukar nama dengan benda yang lain. Contoh:
  1. Sang ratu malam telah muncul di ufuk timur. (ratu malam = bulan)
  2. Raja siang bersinar dengan teriknya. (raja siang = matahari)
  3. Pemuda adalah tulang punggung negara. (tulang punggung = kekuatan)
1.2  Majas Personifikasi adalah memperbandingkan benda mati, hewan atau tumbuh-tumbuhan yang dapat bertindak sebagai manusia. Contoh :
  1. Nyiur melambai di tepi pantai sejauh mata memandang.
  2. Badai menderu-deru, lautan mengamuk.
  3. Ombak berkejaran menuju pantai.
1.3  Majas Eufemisme adalah majas yang mempergunakan kata-kata lain untuk menggantikan suatu kata demi sopan santun dan perasaan yang halus (ungkapan pelembut). Contoh:
  1. Ia memang lemah dalam pelajaran ini. (bodoh)
  2. Akalnya sudah berubah. (gila)
  3. Kata-katanya dapat menusuk perasaan. (kasar, tajam, menyakitkan)
1.4  Majas Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu dengan melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan. Contoh :
  1. Suaranya melengking hingga memecahkan anak telinga.
  2. Semua kebutuhan hidup harganya naik setingg langit.
  3. Saya mengucapkan beribu-ribu terima kasih.
1.5  Majas Alusio
1.6  Majas Tropen
1.7  Majas Antonomasia
1.8  Majas Simbolik
1.9   Majas Metonimia
1.10          Majas Sinekdot
1.11          Majas Litotes
1.12          Majas Perifrasis
1.13          Majas Asosiasi
1.14          Majas paralelisme
1.15          Majas Alegori
2. Majas Pertentangan meliputi :
2.1 Majas Paradoks
2.2 Majas Antitesis
2.3 Majas Kontradiksio
2.4 Majas Anakronisme
3. Majas Sindiran terdiri dari :
3.1 Majas Ironi
3.2 Majas Sinisme
3.3 Majas Sarkasme
4. Majas Penegasan terdiri dari :
1.2        Majas Pleonasme
1.3        Majas Repetisi
1.4        Majas Retoris
1.5        Majas Eksklamasi
1.6        Majas tautologi
1.7        Majas Klimaks
1.8        Majas Antiklimaks
1.9        Majas Inversi
1.10    Majas Elipsis
1.11    Majas Koreksio
1.12    Majas Interupsi
1.13    Majas Asidenton
1.14    Majas Polisendento
1.15    Majas Enumerasi
1.16    Majas Praterito


2.6  Apresiasi Karya Sastra
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. S. Effendi dalam (Aminuddin, 2004:35) mengungkapkan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
Untuk mengapresiasi karya sastra diawali dari sikap ketertarikan terhadap sastra sebagai suatu karya ciptaan pengarang yang di dalamnya terkandung beragam nilai-nilai kehidupan. Sehingga tidak berkelebihan jika Boulton (dalam Aminuddin, 2004:37) beranggapan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberi kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan atau kontemplasi batin, baik yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik maupun berbagai macam problema kehidupan ini.
Bertolak dari pendapat Boulton, Aminuddin (2004:38) lebih menegaskan bahwa cipta sastra sebenarnya mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, yaitu (1) unsur keindahan; (2) unsur kontemplatif hasil perenungan terhadap nilai-nilai keagamaan, filsafat, politik, dan berbagai macam kompleksitas kehidupan; (3) media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana; serta (4) unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan karakteristik cipta sastra sebagai suatu teks.
Kegiatan seorang apresiator dalam bedah sastra adalah seperti dikemukakan Brooks (dalam Aminuddin, 2004:39) yang membedakan dua level, yakni level objektif yang berhubungan dengan respon intelektual, dan level subjektif yang berhubungan dengan respon emosional. Sementara Aminuddin (2004:38) mengungkapkan bahwa bekal awal yang harus dimiliki seorang calon apresiator adalah (1) kepekaan emosi sehingga mampu memahami unsur-unsur keindahan di dalam cipta sastra, (2) wawasan pengetahuan, penghayatan, dan pengalaman atas kehidupan dan kemanusiaan, (3) pemahaman aspek kebahasaan, dan (4) kepekaan terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang berhubungan dengan telaah teori sastra.


                                                             BAB III

                                            METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Metodologi Penelitian
Dalam suatu penelitian ilmiah, metodologi menempati peranan yang sangat penting sesuai dengan obyek penelitian.
Yang dimaksudkan dengan metodologi di sini adalah kerangka teoritis yang dipergunakan oleh penulis untuk menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi itu. Kerangka teoritis atau kerangka ilmiah merupakan metode-metode ilmiah yang akan diterapkan dalam pelaksanaan tugas itu  (Keraf, 2001:310).

3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian (research methods) adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalam merancang, melaksanakan, mengolah data dan menarik kesimpulan berkenaan dengan masalah penelitian tertentu (Sukmadinata, 2006:317). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif.  Metode ini dipilih untuk memberi gambaran secara obyektif dan secermat mungkin mengenai penerapan latar cerita (setting) sehingga suatu karya fiksi memiliki kesan konkret, seakan riil dan benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.


3.3 Sumber Data
Sumber data penelitian ini diambil dari cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori, yang diterbitkan oleh Yayasan Bentang Budaya Yogyakarta tahun 2000. Alasan pemilihan cerpen ini, karena si pengarang melukiskan sendiri perilaku kehidupan masa remajanya yaitu masa sekolah, sebagaimana setiap pelajar tentunya memiliki romantika kehidupan masa sekolah. Sehingga nilai fiksi pada karya cerpen ini lebih mengarah pada fakta realitas mengangkat perjalanan riwayat hidup si pengarang sendiri.

3.4  Data
            Data dalam penelitian ini berupa fakta yang dijadikan bahan untuk mencapai tujuan penelitian. Wujud data berupa paparan bahasa tentang penggunaan majas dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti!, karya Darwis Khudori.

3.5 Teknik Penelitian
3.5.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik dokumentasi dengan cara pencatatan, mengidentifikasi, mengklasifikasi paparan data.
3.5.2 Instrumen Penelitian
Data yang sudah terkumpul kemudian dimasukkan ke dalam format data yang disusun  dengan  menggunakan instrumen data penelitian yang berupa tabel-tabel yang digunakan untuk menjaring data yang diperlukan.
Tabel  2  : Instrumen Data Analisis Penggunaan Majas
     Dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori

No
Kode
Data

URAIAN  DATA

TEKSTUAL

MAJAS

A
B
C
D
E
F
G
H


B1/H93









J U M L A H









Keterangan:
1)      Kluster Kode Data menandakan nomor urutan tata letak “Baris” kalimat data tekstual, dan “Halaman” posisi penempatan sebagaimana data yang dimaksud.
2)      Majas, menunjukkan alternatif kategori penggunaan majas oleh pengarang.

Tabel 2 : Instrumen Data Analisis Penggunaan Majas Perbandingan
 Dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori

No
Kode
Data

 

URAIAN  DATA TEKSTUAL

MAJAS

A
B
C
D
E
F
G
H












J U M L A H









Keterangan: A = Metafora; B = Eufemisme;  C = Hiperbola;  D = Personifikasi
                    E =  Simbolik; F =  Alusio; G =  Tropen; H =  Antonomasia

Tabel 3 : Instrumen Data Analisis Penggunaan Majas Pertentangan
     Dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori

No
Kode
Data

 

URAIAN  DATA TEKSTUAL

MAJAS

A
B
C
D












J U M L A H





Keterangan: A = Paradoks;  B = Antitesis; C = Anakroisme;  D = Oksimoron

Tabel 4 :  Instrumen Data Analisis Penggunaan Majas Sindiran
Dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori

No
Kode
Data

 

URAIAN  DATA TEKSTUAL

MAJAS

A
B
C








J U M L A H




Keterangan: A = Ironi;  B = Sinisme; C = Sarkasme

Tabel 5 :  Instrumen Data Analisis Penggunaan Majas Penegasan
Dalam Cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori

No
Kode
Data

 

URAIAN  DATA TEKSTUAL

MAJAS

A
B
C
D
E
F
G












J U M L A H 








Keterangan: A =  Pleonasme; B =  Repetisi; C = Tautologi; D = Klimaks;
         E = Antiklimaks; F = Eksklamaso; G = Retoris

3.5.3 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ditempuh melalui penggunaan instrumen data penelitian yang berupa tabel-tabel yang digunakan untuk menjaring data yang diperlukan. Data yang terkumpul dianalisis melalui langkah-langkah pengidentifikasian dan pengklasifikasian sampai menemukan verifikasi data yang berupa kesimpulan data.

3.6 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan berikut.
3.6.1 Tahap Persiapan
Dimulai dari merumuskan tujuan penelitian, merumuskan  gambaran kerja, membuat desain dengan membuat pedoman kerja hingga menemukan kemantapan desain penelitian.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan
            Berupa telaah pustaka, pengumpulan data, analisis data, sampai penyimpulan yang kesemuanya masih dalam bentuk draft/naskah kasar.
3.6.3 Tahap Penyelesaian
            Dari draf hasil penelitian dilanjutkan langkah-langkah penulisan draf menjadi naskah final, kemudian pengetikan setelah melalui revisi, penyusunan  dan pengajuan proposal penelitian,  penggandaan laporan hasil penelitian hingga pengujian laporan hasil penelitian (skripsi).

                                                            BAB IV

                                                  HASIL PENELITIAN

4.1  Pengantar
Menganalisis majas dalam suatu karya sastra berupa cerpen berarti mempertanyakan: (1) jenis majas apa saja yang terdapat dalam cerpen; (2) alasan cerpenis memilih majas-majas tersebut; dan (3) efek semantik dan estetik yang ditimbulkan dari pemilihan majas tersebut (Depdiknas, 2005:11). Sebagaimana yang telah dikemukakan pada tujuan penelitian ini, peneliti hanya membatasi pada masalah jenis-jenis majas yang terdapat dalam cerpen Terima kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori, yang diterbitkan tahun 2000.
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dilakukan, pemaparan hasil analisis majas dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori meliputi sebagai berikut :
1.      Deskripsi majas perbandingan dalam cerpen “Terima Kasih, Bu Tuti!”.
2.      Deskripsi majas pertentangan dalam cerpen “Terima Kasih, Bu Tuti!”.
3.      Deskripsi majas sindiran dalam cerpen “Terima Kasih, Bu Tuti!”.
4.      Deskripsi majas penegasan dalam cerpen “Terima Kasih, Bu Tuti!”.

4.2        Deskripsi Penggunaan Gaya Bahasa Perbandingan
Penggunaan majas perbandingan terdapat sejumlah 23 majas, meliputi rincian berikut ini.
4.2.1        Gaya Bahasa Metafora
Penggunaan majas metafora dalam cerpen Terima kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori, seluruhnya  berjumlah 8. Terdapat pada : halaman 95 = 2 majas, halaman 96=1 majas, halaman 98=1 majas, halaman 99 = 1 majas, halaman 101 = 1 majas, halaman 102 = 1 majas, dan halaman 103 = 1 majas.
Berdasarkan hasil analisis maka penggunaan majas metafora pada cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori sebagai berikut :
1.      Sempat kulihat mata Ida menatapku penuh kecemasan. (halaman 95 baris 14)
2.      Dadaku berdesir. (halaman 95 baris 16)
3.      Tiba-tiba aku merasa ditantang dan jiwa pemberontakanku berkobar. (halaman 96 baris 1)
4.      Dengan debaran jantung yang tak dapat kukekang, aku mengambil tali itu. (halaman 98 baris 19)
5.      Mata kami bertatapan. (halaman 99 baris 21)
6.      Airmataku akan berlinang. (halaman 101 baris 12)
7.      Aku duduk tepekur. (halaman 101 baris 24)
8.      “Saya hanya akan menahan jangan sampai menjurus ke arah negatif,” kata Bu Tuti menutup pembicaraan. (halaman 103 baris 13)

4.2.2        Gaya Bahasa Personifikasi
Penggunaan majas personifikasi dalam cerpen Terima kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori, seluruhnya  berjumlah 2, terdapat di halaman 93.
Berdasarkan hasil analisis maka penggunaan majas personifikasi pada cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori sebagai berikut :
1.      “TAP MPR nomor berapa yang mengatur jalannya Pemilu?” tanyanya tiba-tiba ketika aku sudah di hadapannya. (halaman 93 baris 8)
2.      “Pasal berapa UUD 1945 yang mengatur Hankam?” tanyanya lagi. (halaman 93 baris 12)

4.2.3        Gaya Bahasa Eufimisme
Penggunaan majas eufimisme dalam cerpen Terima kasih, Bu Tuti karya Darwis Khudori, seluruhnya  berjumlah 5. Terdapat pada : halaman 95 = 1 majas, halaman 98 = 1 majas, halaman 101 = 1 majas, halaman 103 = 1 majas, dan halaman 104 = 1 majas.
Berdasarkan hasil analisis maka penggunaan majas eufemisme pada cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori sebagai berikut :
1.      “Persisnya, saya tak tahu, Pak. Apalagi kalimat-kalimatnya. Perkara menghafal kalimat itu, saya yakin Bapak ini dedengkotnya. Tapi, soal berpikir, saya yakin, bapak bukanlah orang yang bisa diharapkan. Terbukti dengan pertanyaan-pertanyaan yang bapak lontarkan tadi…!” (halaman 95 baris 1)
2.      Aku merasa mendapatkan permainan baru yang jauh lebih mengasyikkan dari yang sudah-sudah. Tentang resiko, aku pasrah kepada Tuhan! (halaman 98 baris 12)
3.      Dia tahu bahwa ibuku keluar-masuk sanatorium, bahwa aku selalu ingin diperhatikan dan diberi peranan dalam memecahkan persoalan-persoalan penting. Dia tahu semua itu. Dan aku tak berdaya. (halaman 101 baris 16)
4.      Dengan singkat dapat dikatakan, bahwa ini merupakan kesalahan kebudayaan. (halaman 103 baris 4)
5.      Namun, Bu Tuti beukanlah Bu Tuti kalau tidak menutup pertemuan ini dengan sebuah renungan. (halaman 104 baris 5)

4.2.4        Gaya Bahasa Hiperbola
Penggunaan majas hiperbola dalam cerpen Terima kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori, seluruhnya  berjumlah 3. Meliputi : halaman 94 = 1 majas, halaman 95 = 1 majas, dan halaman 101 = 1 majas.
Berdasarkan hasil analisis maka penggunaan majas hiperbola pada cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori sebagai berikut :
1.      “Tapi, pak …!” kata-kata ini sudah melompat begitu saja dari mulutku. (halaman 94 baris 10)
2.      “Stop! Keluar kamu! Dan jangan ikuti lagi pelajaran saya!” matanya menyala dan telunjuknya menuding pintu. (halaman 95 baris 5)
3.      “Tidak bisa! Tidak bisa!” jawab Bu Tuti berirama sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan jenaka. (halaman 101 baris 2)

4.2.5        Gaya Bahasa Antonomasia
Penggunaan majas antonomasia dalam cerpen Terima kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori, seluruhnya  berjumlah 1 berada di halaman 102.
Berdasarkan hasil analisis maka penggunaan majas antonomasia pada cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori sebagai berikut :
1. “Hayo, mau ngaco lagi, ya? Ayolah Darwis, ceritakan, dong!” katanya genit. (halaman 102 baris 16)

4.2.6        Gaya Bahasa Alusio
Penggunaan majas alusio dalam cerpen Terima kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori, seluruhnya  berjumlah 1 terdapat di halaman 101.
Berdasarkan hasil analisis maka penggunaan majas alusio pada cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori sebagai berikut :
1. “Ayolah, Darwis, anakku yang hilang! Ibu ingin sekali membicarakan sesuatu yang amat penting bagi kelangsungan sekolah kita! Ayolah…!” katanya sambil merangkulku. (halaman 101 baris 7)

4.2.7        Gaya Bahasa Tropen
Penggunaan majas tropen dalam cerpen Terima kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori, seluruhnya  berjumlah 1 terdapat di halaman 103.
Berdasarkan hasil analisis maka penggunaan majas tropen pada cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori sebagai berikut :
1. Begitu bersahabat dan menjabat tanganku dengan erat. Kalau sudah begitu, hatiku pasti luluh. (halaman 103 baris 20)

4.2.8        Gaya Bahasa Simbolik
Penggunaan majas simbolik dalam cerpen Terima kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori, seluruhnya  berjumlah 2 majas ada di halaman 94 dan 100.
Berdasarkan hasil analisis maka penggunaan majas simbolik pada cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori sebagai berikut :
1.      “Inilah wajah pelajar Indonesia!” komentarnya dengan muka sinis. (halaman 94 baris 5)
2.      “…Saya ingin mendengar, bagaimana seorang sarjana muda fakultas hukum berbicara dengan seorang pelajar Indonesia macam saya!”  (halaman 100 baris 22)

4.3        Deskripsi Penggunaan Gaya Bahasa Pertentangan
4.3.1        Gaya Bahasa Paradoks
Pengarang rupanya hanya menampilkan 2 majas paradoks yang terdapat di halaman 93 dan halaman 95.
Berdasarkan hasil analisis maka penggunaan majas paradoks pada cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya Darwis Khudori sebagai berikut :
1.      Gurunya sungguh membosankan. Suka bikin gara-gara pula. (halaman 93 baris ke 1)
2.      “…Tapi, soal berpikir, saya yakin, bapak bukanlah orang yang bisa diharapkan…” (halaman 95 baris 1)

4.4        Deskripsi Penggunaan Gaya Bahasa Sindiran
Terdapat sejumlah 8 majas sindiran dalam cerpen Terima Kasih, Bu Tuti! karya darwis Khudori, meliputi berikut ini.
4.4.1        Gaya Bahasa Sinisme
Majas sinisme berjumlah 5, terdapat pada : halaman 93 = 1 majas, halaman 94 = 1 majas, halaman 95 =  majas, halaman 96 = 1 majas, dan di halaman 100 = 1 majas.
1.      Aku diam saja. Tersenyum kecut. (halaman 93 baris 11)
2.      Perkara menghafal kalimat itu, saya yakin Bapak dedengkotnya. (halaman 94 baris akhir)
3.      Aku tersenyum kecut, lalu keluar. (halaman 95 baris 16)
4.      Sekolah, bagiku, hanyalah lembaga keisengan. (halaman 96 baris 19)
5.      “…Saya ingin mendengar, bagaimana seorang sarjana muda fakultas hukum berbicara dengan seorang pelajar Indonesia macam saya!”  (halaman 100 baris 22)
                                     --dan seterusnya, SELAMAT BERAPRESIASI--