Sabtu, 01 September 2012

Legenda PUTRI TERUNG di Krian Sidoarjo


PUTRI  TERUNG
RADEN AYU PUTRI SUNDARI CEMPOKOWATI
(RADEN AYU PUTRI PECATTONDO TERUNG)
Dirangkum oleh Sugeng Rianto, S.Pd

A.    LEGENDA TUTUR TINULAR TERUNG PECATTONDO
Disusun oleh W. Soekaryadi Kertoatmodjo dari Bpk. Muslimin Kertodiwongso dari Mbah Tasim Hadiwijaya dari Buyut Tasirah dari Canggah Duplong, masing-masing mantan Lurah/Kepala Desa Terung Kec. Krian, Kab. Sidoarjo. Publikasi untuk kalangan terbatas.
a.       Prabu Brawijaya V (Prabu Kertobumi)-Raja Majapahit memiliki putra dari garwo selir, putra laki-laki diberi nama Raden Haryo Damar (R. Aryo Damar), yang setelah dewasa dan karena kesaktiannya bisa menumpas bajak laut di Selat Malaka (wilayah kekuasaan Majapahit) atas perintah ayahandanya yakni Brawijaya V, maka R. Aryo Damar diberi kekuasaan menjadi Adipati (Bupati) Palembang.
b.      Prabu Brawijaya V juga menikahi Putri Campa (Putri Cempo)-negeri Campa/Kamboja,  bernama Putri Dwiworowati atau putri Dwarawati. Di saat hamil 3 bulan, karena hasutan garwo selir yanglain, maka putri Cempo diungsikan ke Palembang dititipkan ke Aryo Damar hingga melahirkan putra yang diberi nama Raden Patah. Secara hirarki keturunan, maka R. Aryo Damar adalah kakaknya R. Patah sesama satu ayah yakni Brawijaya V.
c.       Saat R. Patah berusia 7 tahun, Prabu Brawijaya V “tilik sambang” ke Palembang sekaligus menghadiahkan permaisuri putri Dwarawati kepada R. Aryo Damar agar menikahi putri Cempo. Sabdo Pendito Ratu, R. Aryo Damar “sendiko dawuh” menerima, lalu Prabu Brawijaya V berpisah di satu tempat dekat Palembang yang kemudian tempat tersebut diberi nama Prabumulih (Sang Prabu mulih/pulang kembali ke Majapahit). Selanjutnya, Raden Aryo Damar bersama putri Cempo memiliki putra yang diberi nama Raden Kusen. Secara hirarki keturunan, maka Raden Kusen adalah adik dari Raden Patah (sesama ibu lain ayah).
d.      Saat usia remaja, Raden Patah dan Raden Kusen dipanggil menghadap Prabu Brawijaya V agar keduanya belajar/berguru ke Kotaraja Majapahit. Raden Kusen bersedia dan menjadi asuhan Prabu Brawijaya V, sedangkan Raden Patah menolak lalu belajar mendalami agama Islam yang mulai berkembang saat itu dan berguru kepada Raden Rahmattullah yaitu Sunan Ampel di Ngampeldento. Ngampel dari kata “ngampil” adalah  tempat pinjaman dari Prabu Brawijaya V kepada R. Rahmat untuk mendirikan pesantren-padepokan pengajaran agama Islam yang kemudian berkembang sebagai wilayah di Surabaya.
e.       Setelah dewasa, Raden Patah ditugaskan oleh R. Rahmat agar berdakwah kearah barat hingga menemukan daerah di tengah hutan Bintoro yang memiliki glagah (bunga tebu) yang berbau wangi, nama tersebut akhirnya dijuluki Glagahwangi. Tempat ini oleh para wali (Wali Songo)-tokoh penyebar agama Islam di Tanah Jawa- kemudian menjadi pusat pemerintahan kesultanan Islam yang pertama yaitu Demak Bintoro dengan Raden Patah sebagai Sultan Demak I. Saat yang bersamaan, Kotaraja Majapahit tengah berkecamuk perebutan kekuasaan antara Brawijaya V menghadapi Minakjinggo (adipati Wirobhumi) dari Blambangan (pemberontakan yang bisa ditumpas oleh Damarwulan (suami Ratu Kusuma Wardhani putri Raja Hayam Wuruk). Juga dari serangan Kerajaan Kediri dipimpin Prabu Girindra Wardhana.
f.       Sedangkan perjalanan Raden Kusen di Kotaraja Majapahit, ia langsung digembleng oleh eyangnya yaitu Prabu Brawijaya V. karena ketekunan dan kepiawaian olah tanding, maka Raden Kusen kemudian diangkat sebagai Adipati TERUNG (satu wilayah yang sekarang menjadi desa Terung kecamatan Krian, kabupaten Sidoarjo, dan tahun 1927 semasa pemerintahan colonial Belanda, Desa Terung dipecah menjadi Desa Terung Wetan dan Desa Terung Kulon. Perkiraan penelitian sejarah, lokasi Kraton Kadipaten Terung berada di baratnya Monumen Garuda pertigaan Desa Terung Wetan. Sebelah utaranya pertigaan Monumen Garuda, diyakini masyarakat sekitar sebagai Pasar Kembang-tempat berjualan bunga yang menjadi inti dari Tutur Tinular tentang Putri Terung ini.
g.      Akibat Perang Paregreg (perang saudara) antara Majapahit dengan wilayah kekuasaan yang memberontak yaitu Kadipaten Blambangan pimpinan Minakjinggo, hal ini melemahkan situasi Kotaraja Majapahit sehingga Raja Kediri  yaitu Prabu Girindra Wardhana dengan mudah merebut tahta kekuasaan Majapahit. Brawijaya V melarikan diri dan mendalami jati diri mendalami keyakinan Islam yang secara diam-diam telah dipeluknya, kemudian dengan para abdi setianya mengasingkan diri ke puncak Gunung Lawu hingga wafat (konon dianggap “muksa”/menghilang di puncak Lawu dan dijuluki Sunan Lawu/Hargo Dumillah/Argo Lawu, abdi setianya di makamkan sedikit di bawahnya di tempat yang disebut Argo Dalem.
h.      Pasukan Demak Bintoro berniat menyerbu Majapahit yang telah dikuasai Girindra Wardhana dengan mengutus Sunan Ngudung (ayahandanya Sunan Kudus) yaitu senopati perang Kasultanan Demak. Karena loyalitasnya terhadap Majapahit, Raden Kusen (bergelar Raden Husain Hadipati Terung Pecattondo) yang menghadapi serbuan tersebut dan akhirnya berhasil membunuh Sunan Ngudung di Kadipaten Terung dengan tombak, sehingga darahnya berceceran kemudian jasadnya dimakamkan di Troloyo-Trowulan dekat makam Syech Jumadil Qubro. Sebagian ceceran darah sunan Ngudung berada di sebelah utara Masjid Baiturrachim (sekarang) di Desa Terung Kulon, berada satu komleks dengan petilasan/pusaka Raden Kusen yang juga dikebumikan di tempat tersebut yang hingga kini banyak peziarah saat-saat tertentu.
i.        Walisongo mengetahui senopatinya kalah oleh kesaktian Raden Kusen, segera memerintahkan Raden Jakfar Shodiq (Sunan Kudus) putra Sunan Ngudung yang saat itu masih bocah agar mengganti peran ayahnya yang tewas. Raden Jakfar Shodiq dengan pasukan yang dibantu oleh kesaktian beberapa wali yaitu Sunan Kalihjaga, Sunan Giri, Sunan Gunungjati, membuat Raden Kusen berkecil hati kemudian mengibarkan bendera putih tanda takluk. Mengetahui bahwa Raden Kusen adalah adiknya sendiri, raden Patah sultan Demak memerintahkan kepada Raden Kusen  agar masuk memeluk agama Islam dan menjalankannya serta tetap melanjutkan memangku jabatan sebagai Adipati Terung Pecattondo di bawah pemerintahan Demak Bintoro.

B.     RADEN AYU PUTRI SUNDARI CEMPOKOWATI yaitu RADEN AYU PUTRI TERUNG PECATTONDO
a.       Raden Kusen yang bergelar Raden Haryo Terung Pecattondo memiliki putri bernama Raden Ayu Putri Sundari Cempokowati yang juga diberi gelar Raden Ayu Putri Terung Pecattondo. Gadis berusia 10 tahun ini memiliki jiwa mandiri dibuktikan dengan kebiasaan berjualan bunga di pasar. Diyakini oleh masyarakat sekitar bahwa pasar kembang tersebut berlokasi di sebelah utaranya pertigaan monument Garuda Desa Terung Wetan sekarang.
b.      Suatu ketika, Raden Haryo Terung Pecattondo (Raden Kusen) diberi tugas agar ke Kadipaten Blambangan oleh Kesultanan Demak Bintoro untuk mencari pusaka kerajaan yaitu pusaka Dapur Sangkelat yang hilang dicuri oleh Blambangan. Saat ramandanya berada di Blambangan, Raden Ayu Putri Sundari Cempokowati tetap berjualan bunga di pasar kembang Terung (kira-kira di rumah Mbah Matelat, sekarang). Namun sang putri lupa tidak membawa belati (pangot) untuk mengiris/memotong bunga (daun Pandan). Kebingungan tidak membawa belati, saat menoleh ke kanan-ke kiri, tiba-tiba sudah berdiri seorang pemuda tampan (konon diyakini adalah R. Makdum Ibrahim/Kanjeng Sunan Bonang/putra Sunan Ampel) sepertinya hendak membeli bunga. RAP Sundari Cempokowati menyapa lebih dulu:  “Apakah kisanak membawa pangot/belati? R. Makdum Ibrohim menjawab: “Betul Raden Ayu, saya membawa pangot”. “Bolehkah saya meminjamnya untuk memotong daun Pandan ini?”, tanya RAP Sundari Cempokowati kemudian. Si pemuda menjawab: “Silakan, asalkan pangotnya jangan dipangku (diletakkan di atas paha saat duduk)”. Di saat asyik dan sibuknya memotong-motong bunga, RAP Sundari lupa pangot/belati tersebut dipangku dan secepat kilat secara gaib hilanglah pangot/belati tersebut.  Secara bersamaan, saat kebingungan dengan lenyapnya pangot secara tiba-tiba, RAP Sundari mencari si pemuda yang tiba-tiba juga telah menghilang.
c.       Selang beberapa bulan, seiring kedatangan ramandanya yaitu Raden Kusen kembali dari memerangi Prabu Siunglaut dan patihnya Caluring dari Blambangan atas utusan dari kakandanya yaitu Raden Patah, RAP hamil dan tampak mulai membesar kehamilannya. Betapa terkejut dan marahnya Raden Kusen melihat kenyataan kehamilan sang putri secara misterius. Kendatipun sudah dijelaskan ikhwal kejadian saat berjualan bunga lalu lupa tidak membawa belati kemudian dipinjami pisau oleh pemuda misterius serta RAP Sundari sendiri selama ini tidak pernah berhubungan dengan lelaki manapun, sang Adipati Terung tetap tidak percaya, serta merta demi menahan malu bersumpah (Sabdo Pandito Ratu) akan menghukum sang putri dengan hukuman yang layak yaitu membunuhnya dengan pusaka Korowalang. Dalam hati kecil sang Adipati meskipun berat, namun karena telah “nibakno sabdo”, pendapat garwo adipati sendiri bahwa sang putrid tetap suci selama ini, tetap sumpah adipati harus dilaksanakan yaitu hokum bunuh kepada RAP Sundari Cempokowati.
Demi kesetiaan terhadap prinsip dan ketulusan hati serta kerelaan, juga demi dharma bhakti anak kepada orang tua, RAP Sundari Cempokowati rela dibunuh dengan permohonan:
a.       Hari eksekusi, sang putri memohon di hari Anggoro Kasih (Selasa Kliwon).
b.      Jika nanti setelah dieksekusi darahnya berbau wangi dan berwarna putih, pertanda ananda tetap suci dan tidak bersalah.
c.       Karena matinya dengan cara dibunuh ayahandanya sendiri, RAP Sundari Cempokowati memohon agar jasadnya dibuang saja ke Bengawan Terung.
Konon, tepat saat eksekusi mati di hari Anggoro Kasih, tiba-tiba darahnya berwarna putih dan berbau harum (wangi). Betapa terkejut/“getun” dan rasa bersalah yang luar biasa menghinggapi perasaan Adipati Terung melihat kejadian tersebut, yang ternyata sebenarnya RAP Sundari Cempokowati memang masih suci meskipun hamil secara gaib. Maka, demi memenuhi amanat sang putri, jasad RAP Sundari Cempokowati segera dilempar ke Bengawan Terung, dan ajaibnya air bengawan yang semula deras mengalir tiba-tiba terhenti seketika kendati dalam sekejap hal itu semakin membuktikan bahwa RAP Sundari Cempokowati benar-benar tidak bersalah. Tempat tepat jasad RAP Sundari Cempokowati yang tiba-tiba “gasik”/surut airnya, kemudian segera diberi batu nisan oleh para kerabatnya sebagai penanda pusara RAP Sundari Cempokowati. Tempat itulah yang hingga kini sering dikunjungi peziarah yang mengagumi akan nilai-nilai keluhuran budi yang diwariskan oleh RAP Sundari Cempokowati.
Setelah kejadian tersebut, Adipati Terung dijuluki Hadipati Pecattondo Terung. Begitu pula RAP Sundari Cempokowati diberi julukan Raden Ayu Putri Pecattondo Terung. Sebutan Pecattondo dimaknai : andaikata kehamilan RAP Sundari Cempokowati sampai 9 bulan 10 hari sebagaimana lazimnya, kelahirannya berwujud apa? Apakah ular naga? Pusaka? Atau Jabang bayi? Maka setelah dibunuh sulit ditebak atau tondonya PECAT/ONCAT/WURUNG. Alhasil juga diberi sebutan Raden Ayu Putri Oncat Tondo Wurung. Wallahu a’lam bissawab…
 
---Didedikasikan sebagai upaya pelestarian budaya bangsa---

Rabu, 08 Agustus 2012

Apresiasi Cerpen AKTOR Karya PUTU WIJAYA Oleh : SUGENG RIANTO


              ANALISIS PENGGUNAAN SETTING CERPEN AKTOR
                               DALAM KUMPULAN CERPEN GRES
                                                             KARYA PUTU WIJAYA

Oleh : SUGENG RIANTO

BAB    I     PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang Masalah
Salah satu unsur yang menarik dalam karya sastra fiksi, termasuk cerita pendek atau cerpen adalah unsur intrinsik berupa latar cerita (setting) sebagai unsur pembangun terbentuknya karya fiksi. Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis (Aminuddin, 2004:67).
Kedudukan latar cerita dalam karya sastra fiksi akan membantu logika struktur penceritaan. Dengan lukisan latar (setting), cerita akan tampak riil, hidup, dan secara imajinatif pembaca bisa membayangkan secara lebih konkret. Pelbagai lukisan latar akan mampu membawa pembaca ke dalam suasana batin yang memungkinkan bisa diajak terlibat dalam suasana cerita. Bisa jadi suatu latar cerita menampilkan latar alam (geographic setting), latar waktu (temporal setting), latar sosial (social setting), maupun latar ruang (spatial setting) (Tengsoe Tjahjono, 1988:144).
Bertolak dari tujuan yang akan diapresiasi,  kegiatan mengapresiasi karya sastra bisa dilakukan melalui sejumlah pendekatan meliputi (1) pendekatan parafrastis, (2) pendekatan emotif, (3) pendekatan analisis, (4) pendekatan  historis, (5) pendekatan sosiopsikologis, dan (6) pendekatan didaktis (Aminuddin, 2004: 46).
Mengapresiasi hasil karya sastra diperlukan suatu kepekaan, pemahaman, dan penafsiran yang luas. Karena bahasa sastra sebagai karya prosa fiksi selalu mengundang berbagai interpretasi. Permasalahannya, guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia sebagai praktisi dalam dunia pendidikan, dewasa ini belum seluruhnya memiliki kemampuan yang memadai untuk mengantarkan peserta didik sesuai tuntutan kebutuhan kompetensi siswa. Hal ini bila dikaitkan dengan kompetensi guru sesuai kapasitasnya dalam pembelajaran apresiasi sastra. Melalui berbagai aktivitas sastra termasuk kajian pustaka, kiranya akan mampu memperluas wawasan apresiatif bagi guru pengajar bahasa dan sastra Indonesia.
Bertolak dari pemikiran inilah yang mendorong peneliti melakukan riset yang sengaja dikhususkan menganalisis salah satu unsur intrinsik berupa latar cerita (setting)  dalam cerpen Aktor, yang terangkum dalam kumpulan cerpen Gres karya Putu Wijaya. Pemilihan judul ini didasarkan atas pertimbangan bahwa analisis unsur intrinsik tentang latar cerita (setting) merupakan salah satu kegiatan mengapresiasi karya sastra dan diharapkan penelitian ini dapat memberi gambaran secara lebih rinci tentang teknik menganalisis unsur intrinsik berupa latar cerita yang terdapat pada suatu cerpen. Hasil yang diharapkan setelah penelitian ini adalah adanya peningkatan kegairahan dalam kegiatan mengapresiasi suatu karya sastra khususnya mengenai analisis unsur intrinsik latar cerita (setting) dalam suatu karya fiksi.
1.2 Masalah
1.2.1 Ruang Lingkup Masalah
Karya sastra yang sarat muatan nilai-nilai yang amat bermanfaat bagi peningkatan harkat dan martabat kehidupan, untuk mendalami kandungan baik secara intrinsik dan secara ekstrinsik diperlukan suatu kajian apresiasi dengan cara menganalisisnya. Unsur intrinsik terdiri atas tema, alur, latar, tokoh,  gaya bahasa/majas; dan unsur ekstrinsik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses terlahirnya suatu karya sastra.

1.2.2  Pembatasan Masalah
Penelitian ini membatasi pada salah satu unsur intrinsik yakni  menganalisis penggunaan latar cerita (setting) dalam cerpen Aktor yang terdapat pada kumpulan cerpen Gres karya Putu Wijaya. Setting yang dianalisis mencakup kemungkinan-kemungkinan pengarang menampilkan latar alam (geographic setting), latar waktu (temporal setting), latar sosial (social setting), maupun latar ruang (spatial setting).
1.2.3  Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah penggunaan latar alam yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya?
2.      Bagaimanakah penggunaan latar waktu yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya?
3.      Bagaimanakah penggunaan latar sosial yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya?
4.      Bagaimanakah penggunaan latar ruang yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya?

1.3  Tujuan Penelitian
1.3.1        Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini  adalah untuk memperoleh deskriptif yang obyektif  tentang penggunaan latar (setting) dalam cerpen Aktor yang terdapat dalam kumpulan cerpen Gres karya Putu Wijaya.
1.3.2        Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang obyektif tentang :
1.      Penggunaan latar alam yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
2.      Penggunaan latar waktu yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
3.      Penggunaan latar sosial yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
4.      Penggunaan latar ruang yang terdapat dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
1.4     Asumsi
Dalam penelitian ini dipakai dua asumsi sebagai berikut :
1)      Setting merupakan salah satu penanda formal dalam cerpen yang dapat ditelaah secara ilmiah;
2)      Kajian telaah yang terdapat dalam cerpen Aktor pada kumpulan cerpen Gres karya Putu Wijaya dapat dilakukan dengan pendekatan analisis struktural/formal.

1.5  Manfaat Penelitian
1.      Bagi Peneliti
a)      Sebagai bekal pengalaman di bidang penelitian yang berhubungan dengan penggunaan majas/gaya bahasa dalam suatu karya sastra berupa cerpen.
b)      Sebagai dasar penelitian yang serupa di masa mendatang.
c)      Mengetahui penggunaan latar cerita (setting) dalam cerpen Aktor yang terdapat dalam kumpulan cerpen Gres karya Putu Wijaya.
2.      Bagi Penelitian Selanjutnya
a)      Sebagai dasar penelitian lebih lanjut.
b)      Sebagai bahan yang perlu dikaji kebenarannya tentang teori yang disusun oleh peneliti agar sesuai dengan hasil penelitian yang diharapkan.
3.      Bagi Institut
Dengan adanya penelitian ini berarti pihak lembaga dapat menambah koleksi kepustakaan ilmiah yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
4.      Bagi Pengajaran Bahasa Indonesia
Dengan hasil penelitian ini agar dapat meningkatkan kemampuan apresiasi siswa dalam menganalisis suatu cerpen atau hasil karya sastra yang lain.
1.6   Penegasan Istilah
Penegasan istilah dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap penggunaan istilah yang dipakai dalam penelitian yang berjudul Analisis Penggunaan Setting Dalam (Latar Cerita) Cerpen Aktor  Dalam Kumpulan Cerpen Gres karya Putu Wijaya.
1.      Analisis adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris analysis yang berarti menguraikan sesuatu, termasuk menguraikan unsur-unsur dalam struktur karya sastra.
2.      Interpretasi adalah penafsiran, karena suatu hasil karya sastra selalu mengundang berbagai penafsiran dalam memahaminya. Penafsiran ini dipengaruhi oleh kemampuan pengamatan pembaca dalam mencerna sastra.
3.      Cerpen (cerita pendek) adalah karangan pendek yang berbentuk prosa yang mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, serta mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan pembaca.
4.      Unsur Intrinsik adalah unsur yang terdapat di dalam karya sastra itu sendiri sebagai unsur pembangun sastra fiksi.
5.      Setting (latar cerita) adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis.

                                                                    BAB II

                                                           KAJIAN PUSTAKA


2.1 Kajian  Pustaka
Pada prinsipnya, penelitian tentang Analisis Interpretasi Unsur Setting  dalam Cerpen Aktor karya Putu Wijaya ini, memanfaatkan kajian interdisipliner, artinya penelitian ini dalam upaya menginterpretasi karya sastra memerlukan ilmu terapan dengan mengkaji kepustakaan yang relevan. Beberapa kajian sebagai tinjuan pustaka yang relevan, meliputi (1) tinjauan pengertian prosa fiksi, (2) tinjauan pengertian cerpen, (3) tinjauan unsur setting sebagai salah satu unsur intrinsik pembangun karya fiksi, dan (4) tinjauan terhadap apresiasi sastra.

2.2 Pengertian dan Macam Prosa Fiksi
2.2.1 Pengertian Prosa Fiksi
Tinjauan secara etimologis, Tarigan (1985:120) menjelaskan bahwa kata fiksi atau fiction diturunkan dari bahasa Latin fictio; fictum yang berarti “membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan. Jika dianalogikan ke dalam bahasa Indonesia bahwa kata benda fiksi berarti sesuatu yang dibentuk; sesuatu yang dibuat; sesuatu yang diciptakan; sesuatu yang diimajinasikan.
Prosa fiksi adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya sehingga menjalin suatu cerita. Karya fiksi mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional sehingga menjadi suatu wacana. Pengarang dalam memaparkan isi karya fiksi bisa lewat (1) penjelasan atau komentar, (2) dialog maupun monolog, dan (3) lakuan atau action  (Aminuddin, 2004:66). Disebutkan juga bahwa bentuk-bentuk karya fiksi meliputi roman, novel, novelet, maupun cerpen.
Semua karya sastra termasuk cerpen, mempunyai dua unsur yang membangun, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik meliputi tema, alur, tokoh dan penokohan, setting/latar, gaya, sudut pandang, suasana, dan amanat. Adapun unsur yang membangun di luar karya sastra yaitu unsur ekstrinsik meliputi : biografi pengarang, pembaca, latar proses kreatif penciptaan maupun latar sosial-budaya yang menunjang kehadiran teks sastra (Aminuddin, 2004:34).
2.2.2 Macam Prosa Fiksi
Aminuddin (2004:66) menyebutkan bahwa karya prosa fiksi dapat berbentuk roman, novel, novelet, dan cerpen.
2.3 Pengertian Cerpen
Cerpen atau cerita pendek, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan, dan memusatkan diri pada satu tokoh di satu situasi (pada suatu ketika) (Depdikbud, 1995: 186).
Cerpen (cerita pendek) sebagaimana didefinisikan oleh Abdul Rani (2004:85), adalah karangan pendek yang berbentuk prosa yang mengisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan atau menyenangkan, serta mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan pembaca.
2.3.1 Ciri-ciri Cerpen
Ciri-ciri cerpen didentifikasikan sebagai berikut :
(1)   Cerita pendek adalah cerita singkat, padat, dan intensif;
(2)   Unsur-unsur utama cerpen adalah unsur tema, gaya, alur cerita, penokohan/perwatakan, dan latar/setting;
(3)   Bahasa cerpen tajam, sugestif, dan menarik perhatian;
(4)   Cerpen mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung;
(5)   Sebuah cerpen dapat menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca;
(6)   Cerpen harus dapat menimbulkaan perasaan pada diri pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik menarik perasaan dan kemudian baru menarik pikiran;
(7)   Cerpen mengandung detil-detil dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja, serta bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca;
(8)   Dalam cerpen sebuah insiden/peristiwa yang terutama menguasai jalan cerita;
(9)   Cerpen bergantung pada satu situasi;
(10)           Cerpen memberi inspirasi tunggal;
(11)           Cerpen memberikan suatu kebulatan efek;
(12)           Cerpen menyajikan satu emosi;
(13)           Jumlah kata-kata yang terdapat dalam cerpen biasanya di bawah 10.000 kata atau kira-kira 33 halaman kwarto spasi ganda, Aminuddin (dalam Susmiati, 2003:11-12).

2.3.2 Struktur Cerpen
Sebagai salah satu genre sastra, novel atau cerpen serta karya fiksi lainnya seperti  novelet dan roman mengandung unsur-unsur meliputi (1) pengarang atau narator, (2) isi penciptaan, (3) media penyampai isi yang berupa bahasa, dan (4) elemen-elemen fiksional atau unsur-unsur intrinsik yang membangun karya fiksi sehingga menjadi suatu wacana (Aminuddin, 2004:66). Unsur-unsur prosa fiksi meliputi tokoh dan penokohan,  latar/setting,  alur atau plot,  sudut penceritaan/sudut pandang, gaya,  tema, dan amanat (Abdul Rani, 2004:86; Salamah, 2001:37).
Unsur-unsur tersebut, lebih jauh ditegaskan oleh Abdul Rani (2004:86-69) berikut.
(1) Tema
Tema merupakan inti atau pokok yang menjadi dasar pengembangan cerita, yang merupakan unsur intrinsik terpenting dalam novel/cerpen. Untuk mengetahui tema novel/cerpen, pembaca harus mencermati seluruh rangkaian cerita. Tema dalam sastra bisa diangkat dari berbagai masalah kehidupan sesuai zamannya. Baik menyangkut kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecembutruan, dan sebagainya.
(2)  Alur
Alur (plot) sebagai unsur intrinsik karya sastra merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab akibat. Pla pengembangan cerita tidak selalu sama dalam setiap karya fiksi. Pada umumnya suatu alur (plot) cerita terbagi dalam bagian-bagian berikut.
(a)    Pengenalan situasi cerita (exposition)
(b)   Pengungkapan peristiwa (complication)
(c)    Menuju pada adanya konflik (rising action)
(d)   Puncak konflik (turning point)
(e)    Penyelesaian (ending)
(14)           Latar (setting)
Fungsi latar adalah untuk meyakinkan pembaca terhadap jalannya suatu cerita. Sehingga setiap peristiwa maupun para pelaku yang ditampilkan dalam cerita seakan-akan ada dan benar-benar terjadi.  Latar meliputi  tempat, waktu, suasana, dan budaya yang melingkupi cerita. Latar bisa faktual maupun imajiner.
(15)           Penokohan
Penokohan adalah suatu cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter/perwatakan para pelaku dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter tokoh, pengarang bisa menempuh: (a) teknik analitik, yakni dengan menceritakan perwatakan tokoh secara langsung; dan (b) teknik dramatik dengan mengemukakan karakter tokoh melalui penggambaran fisik dan perilakunya, lingkungan kehidupannya, tata kebahasaannya, jalan pikirannya, serta perannya dengan tokoh lain.
(16)           Sudut Pandang (Point of view)
Adalah posisi pengarang dalam menampilkan cerita, yang terdiri dari:
(a)    pengarang berperan langsung sebagai orang pertama  /”aku”tokoh yang terlibat dalam cerita,
(b)   pengarang berperan sebagai pengamat atau bertindak sebagai orang ketiga.
(17)           Amanat
Amanat merupakan suatu pesan pengarang yang dituangkan melalui karyanya, bisa menyangkut pesan moral, didaktis, dan sebagainya. Untuk mengetahui  amanat, pembaca harus secara cermat mengikuti seluruh cerita sampai tuntas.
(18)           Gaya Bahasa
Gaya bahasa dalam karya sastra merupakan daya tarik dan sebagai cara pengarang mengajuk pikiran dan emosi pembaca.
1.4   Pengertian Setting
            Aminuddin (2004:67) memberi batasan pengertian bahwa setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Lebih jauh juga dikemukakan oleh Leo Hamalian dan Frederick R. Karel (Aminuddin, 2004:68) bahwa setting dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu, sehingga setting semacam ini dapat dikategorikan sebagai setting yang bersifat psikologis.
Perbedaan antara setting yang bersifat fisikal dengan setting yang bersifat psikologis (Aminuddin, 2004:68-69) sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut.
Tabel 1 : Perbedaan Setting Fisikal dengan Setting Psikologis

NO
PERBEDAAN SETTING
 BERSIFAT FISIKAL
BERSIFAT PSIKOLOGIS
1.




2.


3.




4.
Berhubungan tempat serta benda-benda dalam lingkungan tertentu yang tidak menuansakan makna apa-apa.

Terbatas pada sesuatu yang bersifat fisik.

Pembaca cukup melihat dari apa yang tersurat.



Terdapat saling mempengaruhi dan tumpangtindih antara setting fisikal dengan setting psikologis.
Berupa lingkungan atau benda-benda dalam lingkungan tertentu yang menuansakan suatu makna serta mampu mengajuk emosi pembaca.

Dapat berupa suasana maupun sikap serta jalan pikiran suatu lingkungan masyarakat tertentu.

Pemahaman terhadap setting psikologis membutuhkan penghayatan dan penafsiran.

Terdapat saling mempengaruhi dan tumpangtindih antara setting fisikal dengan setting psikologis.
Tengsoe Tjahjono (1988:144) membedakan latar atau setting dalam prosa fiksi menjadi empat macam, yaitu: (1) latar alam (geographic setting) yang didalamnya dilukiskan perihal tempat atau lokasi peristiwa itu terjadi dalam ruang alam ini yang berhubungan lokasi di desa, kota, pesisir, laut, hutan, gunung, dan sebaginya; (2) latar waktu (temporal setting) yaitu latar yang melukiskan kapan peristiwa itu terjadi yang berkaitan tahun, musim, hari, jam, saat, bulan, dan sebagainya; (3) latar sosial (social setting) yang melukiskan lingkungan sosial dari peristiwa itu terjalin, seperti lingkungan kaum buruh pabrik, lingkungan kaum berada, lingkungan masyarakat nelayan, petani, dan sebagainya; (4) latar ruang (spatial setting) yaitu latar yang melukiskan dalam ruang yang bagaimana peristiwa itu berlangsung, dalam pesta, dalam aula, dalam toko, dalam ruang pesta, dan sebagainya.
Dalam rangka membangun totalitas makna dan kesatuan (unity)isi paparan, setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan, perwatakan, atmosfer atau suasana cerita,  alur atau plot, serta perwujudan tema cerita. Suasana penuturan dalam cerita bisa berupa tone yaitu suasana penuturan yang berhubungan dengan sikap pengarang dalam menampilkan gagasan cerita, dan mood yakni yang berhubungan dengan suasana batin individual pengarang dalam mewujudkan suasana cerita, dan atmosfer yaitu suasana cerita yang ditimbulkan oleh setting maupun impikasi maknanya dalam membangun suasana cerita (Aminuddin, 2004:69-70).
1.5   Apresiasi Karya Sastra
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti “mengindahkan” atau “menghargai”. S. Effendi dalam (Aminuddin, 2004:35) mengungkapkan bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli karya sastra secara sungguh-sungguh sehingga menumbuhkan pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.
Untuk mengapresiasi karya sastra diawali dari sikap ketertarikan terhadap sastra sebagai suatu karya ciptaan pengarang yang di dalamnya terkandung beragam nilai-nilai kehidupan. Sehingga tidak berkelebihan jika Boulton (dalam Aminuddin, 2004:37) beranggapan bahwa cipta sastra, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa yang mampu memberi kepuasan batin pembacanya, juga mengandung pandangan yang berhubungan dengan renungan atau kontemplasi batin, baik yang berhubungan dengan masalah keagamaan, filsafat, politik maupun berbagai macam problema kehidupan ini.
Bertolak dari pendapat Boulton, Aminuddin (2004:38) lebih menegaskan bahwa cipta sastra sebenarnya mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, yaitu (1) unsur keindahan; (2) unsur kontemplatif hasil perenungan terhadap nilai-nilai keagamaan, filsafat, politik, dan berbagai macam kompleksitas kehidupan; (3) media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana; serta (4) unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan karakteristik cipta sastra sebagai suatu teks.
Kegiatan seorang apresiator dalam bedah sastra adalah seperti dikemukakan Brooks (dalam Aminuddin, 2004:39) yang membedakan dua level, yakni level objektif yang berhubungan dengan respon intelektual, dan level subjektif yang berhubungan dengan respon emosional. Sementara Aminuddin (2004:38) mengungkapkan bahwa bekal awal yang harus dimiliki seorang calon apresiator adalah (1) kepekaan emosi sehingga mampu memahami unsur-unsur keindahan di dalam cipta sastra, (2) wawasan pengetahuan, penghayatan, dan pengalaman atas kehidupan dan kemanusiaan, (3) pemahaman aspek kebahasaan, dan (4) kepekaan terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang berhubungan dengan telaah teori sastra.

                                                                BAB III

                                                METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Metodologi Penelitian
Dalam suatu penelitian ilmiah, metodologi menempati peranan yang sangat penting sesuai dengan obyek penelitian.
Yang dimaksudkan dengan metodologi di sini adalah kerangka teoritis yang dipergunakan oleh penulis untuk menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi itu. Kerangka teoritis atau kerangka ilmiah merupakan metode-metode ilmiah yang akan diterapkan dalam pelaksanaan tugas itu  (Keraf, 2001:310).

3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian (research methods) adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalam merancang, melaksanakan, mengolah data dan menarik kesimpulan berkenaan dengan masalah penelitian tertentu (Sukmadinata, 2006:317). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif.  Metode ini dipilih untuk memberi gambaran secara obyektif dan secermat mungkin mengenai penerapan latar cerita (setting) sehingga suatu karya fiksi memiliki kesan konkret, seakan riil dan benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
 Metode ini bertolak dari anggapan dasar bahwa setiap hasil karya sastra diciptakan oleh pengarangnya dengan menggunakan setting (latar cerita), tentu mempunyai maksud untuk melukiskan sesuatu dari kehidupan ini.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui metode analisis interpretasi unsur intrinsik berupa latar cerita (setting). Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena-fenomena, peristiwa, aktivitas sosial secara alamiah (Sukmadinata, 2006:319). Sehingga penelitian ini berupaya memaparkan suatu peristiwa secara rinci, sistematis, cermat, dan faktual mengenai unsur pembangun cerpen di antaranya yang berupa latar cerita (setting) dalam cerpen yang berjudul Aktor yang terdapat pada Kumpulan Cerpen Gres karya Putu Wijaya.

3.2 Objek Penelitian
Sesuai tujuan penelitian, yang menjadi objek penelitian ini adalah cerpen yang berjudul Aktor yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Gres karya Putu Wijaya. Cerpen yang ditulis tahun 1981 namun masih relevan dikaji untuk kepentingan perkembangan sesuai kehidupan sekarang ini.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini, sebagaimana lazimnya suatu penelitian kualitatif, adalah peneliti sendiri. Selanjutnya, untuk memudahkan teknik pengumpulan data, maka digunakan instrumen operasional yang berupa format tabel berikut ini.
Tabel I : Panduan Analisis Data
Penggunaan latar (setting) dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya
No
Kode Data
Uraian Teks Data
Interpretasi
1.
2
3
4

AIUS1CA, 1981:2


Keterangan Kode data :
1.      Kluster huruf kapital menandakan pokok permasalahan yang diteliti. Pokok permasalahan penelitian yaitu AIUS adalah Analisis Interpretasi Unsur Setting.
2.      Angka di belakang kluster huruf kapital menunjukkan nomor urut data.
3.      CA, 1981 menunjukkan Cerpen Aktor  yang diterbitkan tahun 1981.
4.      Angka setelah tahun 1981 menunjukkan nomor halaman cerpen.
3.4 Teknik Penelitian
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Beberapa langkah yang ditempuh untuk mengumpulkan data penelitian adalah (1) membaca literatur kepustakaan yang relevan dengan judul penelitian; (2) penyusunan kerangka penelitian sebagai panduan kerja, karena teknik yang digunakan berupa teknik analisis tekstual; (3) mendeskripsikan unsur intrinsik berupa latar cerita (setting) yang menyangkut lakuan, dialog, monolog, dan komentar tokoh lain dari setiap tokoh yang bisa ditafsirkan sebagai unsur latar cerita dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
3.4.2 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan, yaitu (1) deskripsi analisis data; (2) interpretasi data; dan (3) deskripsi kualitatif  latar cerita (setting) dalam cerpen , sebagai kesimpulan data.
3.4.3 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ditempuh melalui penggunaan instrumen data penelitian yang berupa tabel-tabel yang digunakan untuk menjaring data yang diperlukan. Data yang terkumpul dianalisis melalui langkah-langkah pengidentifikasian dan pengklasifikasian sampai penyimpulan. Dengan kata lain, data dianalisis melalui kegiatan mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan memverifikasi/penarikan kesimpulan data penelitian.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1        Tahap Persiapan
 Berkaitan dengan tujuan penelitian, dilakukan dengan langkah kerja meliputi:  (a)  Penyusunan rancangan penelitian yang dimulai dari merumuskan tujuan penelitian, merumuskan  gambaran operasional kerja secara sistematis, membuat desain dengan membuat pedoman kerja hingga menemukan kemantapan desain penelitian, (b) studi pustaka yang dilakukan untuk memperoleh landasan kepustakaan sebagai bahan rujukan teoritis yeng relevan dengan penelitian.
3.5.2 Tahap Pelaksanaan
            Dilakukan dengan beberapa tahapan, meliputi: (a) pengumpulan data, yaitu mengumpulkan seluruh data dalam cerpen Aktor yang terdapat dalam Kumpulan Cerpen Gres karya Putu Wijaya, (b) analisis data, dengan menganalisis unsur setting berdasarkan tahapan kerja : (1) mengklasifikasi data, dan (2) mendeskripsikan secara kualitatif temuan dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya.
3.5.3 Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian ini merupakan tahap akhir setelah penelitian selesai dilaksanakan. Tahap penyelesaian ini meliputi beberapa kegiatan yaitu : (a) penyusunan dan penulisan laporan, (b) mengkonsultasikan laporan kepada dosen pembimbing, (c) pengetikan laporan setelah dilakukan revisi, (d) penggandaan laporan kemudian diajukan kepada tim dosen penguji.


BAB IV  HASIL ANALISIS

--Anda dipersilakan menganalisis sendiri--

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan temuan data penelitian dalam menganalisis penggunaan latar/setting dalam cerpen Aktor karya Putu Wijaya, seorang sastrawan dan dramawan kenamaan berasal dari Bali, dapat disimpulkan berikut ini.


5.2 Saran
            Sehubungan dengan hasil penelitian ini, sejumlah saran penulis kemukakan sebagai berikut :
1.      Kepada Sekolah, agar senantiasa menambah khasanah bahan bacaan sastra melalui perpustakaan sekolah untuk merangsang peningkatan kegemaran membaca karya sastra, baik bagi siswa maupun guru yang bermuara akhir dengan terciptanya iklim apresiatif yang produktif.
2.      Kepada Guru, agar pembinaan keterampilan mengapresiasi karya sastra khususnya cerpen, semakin ditingkatkan dan menjadi skala prioritas.
3.      Kepada Siswa, hendaknya semakin menggemari bacaan karya sastra khususnya cerpen, karena wawasan dan kematangan hidup bisa ditempuh melalui kegemaran membaca dan mengapresiasi karya bernilai sastra.
4.      Kepada Peneliti Selanjutnya, agar hasil penelitian ini bisa menjadi acuan penelitian lebih lanjut serta dengan mengembangkan kemungkinan-kemungkinan terhadap unsur-unsur intrinsik yang lainnya.

DAFTAR RUJUKAN
Aminuddin, 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Depdikbud, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Depdiknas, 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi. Bahasa dan sastra Indonesia. Pengembangan Kemampuan Menulis Sastra. Buku 3. Jakarta: Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas
Depdiknas, 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi. Bahasa dan sastra Indonesia. Pengembangan Kemampuan Membaca Sastra. Buku 3. Jakarta: Direktorat PLP Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
Keraf, Gorys. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores: Nusa Indah.
Salamah, Umi. 2001. Diktat Sejarah dan Teori Sastra. Sebagai Panduan Perkuliahan Matakuliah Sejarah & Teori Sastra di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS IKIP Budi Utomo Malang. Malang: IKIP Budi Utomo.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Susmiati. 2003. Analisis Penggunaan Majas Dalam Cerpen Perawan Di Garis Depan Dalam Kumpulan Cerpen Hujan Kepagian Karya Nugroho Notosusanto. Skripsi FPBS IKIP Budi Utomo. Malang: IKIP Budi Utomo.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Tengsoe Tjahjono, Liberatus. 1988. Sastra Indonesia Pengantar Teori dan Apresiasi. Ende Flores: Nusa Indah.
Wijaya, Putu. 1992. Gres 17 Cerita Pendek. Jakarta: Balai Pustaka.


Indonesia, 20 Mei 2011

s---Kudedikasikan untuk para pendidik tunas bangsa---r